peran asean (association of southeast asian nations) dalam ...digilib.unila.ac.id/59016/3/skripsi...
TRANSCRIPT
Peran ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dalam
Penyelesaian Konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan
Kamboja Tahun 2011-2013
(Skripsi)
Oleh
Riris Sihol Marito Silalahi
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRAK
Peran ASEAN dalam Konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan
Kamboja tahun 2011-2013
Oleh
Riris Sihol Marito Silalahi
Penelitian ini digunakan untuk melihat peran ASEAN dalam konflik Kuil Preah
Vihear antara Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi dokumentasi, data yang
digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder. Penelitian ini dianalisis
menggunakan teori peranan dan konsep organisasi internasional. Dalam
penelitian ini, penulis berpendapat bahwa ASEAN memiliki peran dalam
konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013.
Peran ini dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu sebagai instrumen, arena dan
actor independen.
Kata Kunci : Organisasi Internasional, Peranan, ASEAN, Konflik,
Thailand, Kamboja
ABSTRACT
ASEAN Role in the PreahVihear Temple Conflict between Thailand and
Cambodia in 2011-2013
By
Riris Sihol Marito Silalahi
The study was used to see the role of ASEAN in the dispute conflict of the
regional PreahVihear temple between Thailand and Cambodia in 2011-2013.
This research uses qualitative research methods through documentation studies,
the data used in research is secondary data. This research was analyzed using
the role theory and concept of international organizations. In this study, the
authors argued that ASEAN had a role in the dispute conflict of the regional
PreahVihear temple between Thailand and Cambodia in 2011-2013. This role is
categorized into three parts as instruments, arenas and independent actors.
Keywords: International Organization, Role, ASEAN, Conflict, Thailand,
Cambodia
Peran ASEAN dalam Konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan
Kamboja tahun 2011-2013
Oleh
Riris Sihol Marito Silalahi
(Skripsi)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
PADA
Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis Riris Sihol Marito Silalahi. Lahir di
Kabnajahe pada tanggal 15 Mei 1997 sebagai anak kelima dari
delapan bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Watsel Silalahi
dan Ibu Erry Diana Hutabarat.
Pendidikan Formal yang penulis tempuh dimulai dari Sekolah Dasar
di SD Negeri 040447 Kabanjahe ada tahun 2003-2009, Sekolah
Menengah Pertama di SMPN 1 Kabanjahe tahun 2009-2012.
Selanjutnya, pada tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kabanjahe tahun 2012 dan
lulus di tahun 2015.
Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Lampung pada tahun
2015 melalui jalur masuk SNMPTN. Penulis aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa
Kristen (UKM Kristen) sebagai Sekretaris Umum periode 2018. Penulis pernah melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Terang Bumi Agung Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten
Tulang Bawang Barat selama 40 hari. Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan magang di
kantor WWF selama 30 hari.
MOTTO
Start where you are. Use what you have. Do what you can
(Arthur Ashe)
If does not matter how slowly you go, so long as you do not stop
(Confucius)
Live as if you were to die tomorrow, Learn as if you were to live
forever.
(Mahatma Gandhi)
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa.
(Roma 12:12)
PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur kepada Yesus Kristus atas rahmat, hikmat, berkat dan kasih-Nya
yang tiada pernah berhenti di sepanjang hidupku.
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
“Bapak dan Mamak”
Watsel Silalahi dan Erry Diana Hutabarat yang telah membesarkan, mendoakan,
mendidik,memotivasi dengan penuh kasih sayang dan
telah memberikan yang terbaik untukku
“Saudariku”
Malumni Meta Mutiara, Christin T Natalia, Devi Maria, Ulan Sanitaria, Novita
Stacy Carolina, Tanjania Natasya, Anggi Verita Oktaviani
Semua keluarga, sahabat dan teman-teman terima kasih atas suka duka dan
kebersamaannya semoga sukses
“Almamaterku tercinta Universitas Lampung”
SANWACANA
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus karena atas rahmat,
berkat dan karunia-Nya pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Peran ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Kuil Preah Vihear antara
Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013”. Penulis menyadari banyak kesulitan dan
hambatan yang dihadapi dalam proses penulisan karya ilmiah ini. Namun kesulitan
yang ada dapat dihadapi dengan baik berkat bimbingan dan motivasi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Universitas Lampung
2. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional
3. Bapak Drs.Aman Toto Dwijono, M.H. selaku pembimbing utama penulis.
Terimakasih atas ilmu, saran, kritikan serta bimbingannya selama proses
skripsi ini. Semoga bapak sehat dan sukacita selalu memberikan motivasi dan
arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Hasbi Sidik, S.IP, M.A, selaku selaku pembimbing kedua dan
pembimbing akademik penulis. Terimakasih atas kesabaran dalam
memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu, saran, kritikan serta motivasi yang
bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga bapak sehat dan sukacita selalu memberikan motivasi dan arahan
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Gita Karisma, S.IP, M.Si, selaku dosen pembahas. Terimakasih atas
kesediannya memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian
skripsi ini. Semoga ibu sehat dan sukacita selalu dalam memberikan motivasi
dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Staff Administrasi FISIP Universitas Lampung yang telah
membantu penulis
7. Kedua orang tuaku, Bapak Watsel Silalahi dan Mamak Erry Diana Hutabarat
yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh ketulusan dan kasih
sayang. Terimakasih atas cinta yang tulus dan tidak terbatas juga selalu
memotivasiku dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Kakak dan adikku tersayang Meta, Tanti, Devi, Ulan, Novita, Nia, Anggi
terimakasih atas segala nasihat, saran dan motivasi yang telah diberikan
selama ini.
9. Terimakasih buat keluarga besar UKM Kristen Universitas Lampung.
10. Terimakasih untuk family in Christ , Kak Gege, Agus, Binsar, Rasinta, Erwin
11. Terimakasih untuk Devita yang menjadi saudara selama di HI, menjadi
partner apapun sejak maba di jurusan HI.
12. Terimakasih untuk saudaraku Tiolina, Destri, Masrany yang menjadi motivasi
dan penyemangat selama proses skripsi
13. Terimakasih untuk saudara-saudaraku yang memberikan motivasi selama
berada di Universitas Lampung, Kak Lika, Bang Bangkit, Kak Friscilya,
14. Terimakasih untuk pengurus UKM Kristen periode 2018, yang menjadi
bagian pembelajaran paling berharga selama di Lampung.
15. Terimakasih untuk teman-teman PDO Fisip, Kak Mirani, Bg Olaf, Bg Steven,
Bg Andi, Linares, Hizkia, Imantri, Firsta, Mazmur, Elfrida, Cindy orariri
16. Terimakasih untuk adik-adikku yang selalu menghibur dikala kesulitan, Obet ,
Tondi, Alfa, Jerry, Valen, Tiur, Angri, Dewi Sintya, Sarah, Mario, Gilbert,
agnes, dll
17. Terimakasih tim pendukung skripsi Study Squad, Michella, Donna, Atika,
Atilla, Intan Nata,
Penulis
Riris Sihol Marito Silalahi
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 10
2.2 Kerangka Teori dan Konseptual........................................................ 18
2.2.1 Teori Peran ............................................................................... 19
2.2.2Konsep Organisasi Internasional .............................................. 23
2.3 Kerangka Pikir .................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian.............................................................................. 27
3.2 Fokus Penelitian ................................................................................ 28
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 28
3.5 Teknik Analisis Data ......................................................................... 29
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1ASEAN sebagai organisasi internasional ............................................... 30
4.1.1 Struktur Organisasi ...................................................................... 37
4.1.2 Mekanisme Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian
Sengketa ............................................................................................... 40
4.2 Gambaran Umum Konflik Kuil Preah Vihear .................................... 46
ii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Upaya ASEAN Penyelesaian Konflik Sengketa Kuil PreahVihear .... 55
5.1.1 Upaya sebagai Allocator ......................................................... 58
5.1.2 Upaya sebagai Arbriter ........................................................... 63
5.1.3 Upaya sebagai Enforcement ................................................... 65
5.2 Analisis Peran ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Kuil Preah
Vihear ................................................................................................. 66
5.3.1 Peran ASEAN sebagai Instrumen .......................................... 67
5.3.2 Peran ASEAN sebagai Arena ................................................. 69
5.3.3 Peran ASEAN sebagai Aktor Independen .............................. 70
5.3 Sifat dan Ciri Mekanisme Penyelesaian Konflik Kuil Preah Vihear
oleh ASEAN ...................................................................................... 72
BAB V PENUTUP
6.1Kesimpulan .......................................................................................... 77
6.2 Saran ................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 16
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1 Peta Letak Kuil Preah Vihear ....................................................... 5
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................. 27
Gambar 4.1 Peta negara anggota ASEAN ....................................................... 33
Gambar 4.2 Bendera ASEAN ......................................................................... 35
Gambar 4.3.Siklus Pengambilan Keputusan ................................................... 43
Gambar 4.4 Mekanisme ASEAN dalan Penyelesaian Sengketa ...................... 45
Gambar 4.5 Kuil Preah Vihear ........................................................................ 47
Gambar 4.6 Peta Wilayah Kuil Preah Vihear versi Thailand ......................... 48
Gambar 4.7 Peta batas Thailand dan Kamboja ................................................ 49
Gambar 4.8 Urutan Konflik ............................................................................. 55
v
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN : Association of South East Asian Nations
ICJ : International Court Justice
JBC : Joint Boundary Committee
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
TAC : Treaty of Amity and Cooperation
UNESCO : United Nation Educational Scientific and Cultural Organization
DAS : Daerah Aliran Sungai
DK-PBB : Dewan Keamanan PBB
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan menjadi isu utama sengketa politik ketika aktor politik tertentu
mengancam atau menggunakan kekuatan untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan dari pihak lain. Pasca perang dingin (cold war), konsep tentang
keamanan (security) telah banyak mengalami perkembangan. Seorang Profesor
bernama Mely Caballero-Anthony menyebutkan minimal ada tiga pandangan
tentang keamanan.1 Pandangan pertama adalah yang beranggapan bahwa ruang
lingkup keamanan adalah lebih luas daripada semata-mata keamanan militer
(military security). Pandangan kedua adalah menentang perluasan ruang lingkup
daripada keamanan dan lebih cenderung konsisten dengan status quo. Pandangan
ketiga tidak saja memperluas cakupan bahwa keamanan adalah lebih luas dari
semata-mata ancaman militer dan ancaman negara, namun juga berusaha untuk
memperlancar proses pencapaian emansipasi manusia (human emancipation).
Dalam konsepsi klasik, keamanan lebih diartikan sebagai usaha untuk
menjaga keutuhan teritorial negara dari ancaman yang muncul dari luar.2 Konflik
antar negara khususnya dalam upaya memperluas imperium daerah jajahan
1Heru Susetyo, 2008, Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berperspektif Keamanan
Manusia Dalam Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia, Vol. 6 No. 1, Jakarta, hal. 2 2Ibid. hal. 3
2
membawa definisi security hanya ditujukan kepada bagaimana negara
memperkuat diri dalam upaya menghadapi ancaman militer. Dalam pendekatan
tradisional, negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya mengejar
kepentingan keamanan. Pandangan ini menilai bahwa semua fenomena politik dan
hubungan internasional adalah fenomena tentang negara.
Dalam dunia keamanan tradisional tidak jauh dengan konflik. Konflik
merupakan akibat pertentangan antara tuntutan yang dimiliki negara A dengan
kepentingan negara B atau negara lainnya. Konflik dapat timbul disebabkan suatu
pemerintah ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang bertentangan dengan
yang dikehendaki oleh negara lain. Konflik mencakup tindakan dipomatik,
propaganda, perdagangan, atau ancaman dan sanksi militer yang dilakukan oleh
suatu negara terhadap negara lainnya.3
Steven D. Strauss dalam bukunya World Conflicts menyatakan bahwa dalam
setengah abad terakhir, dari 193 negara di dunia ini tidak ada yang tidak pernah
terlibat konflik.4 Konflik pun terjadi di Asia bagian Tenggara, yaitu beberapa
konflik mengenai perbatasan atau klaim wilayah pernah muncul seperti konflik
Sipadan-Ligitan yang melibatkan Indonesia dan Malaysia, konflik Filiphina ,
konflik Teluk Bengal antara Myanmar-Bangladesh, konflik Vietnam-Kamboja,
dan konflik antara Thailand-Kamboja.5 Konflik tersebut merupakan konflik
sengketa interstate di Asia Tenggara yang pernah terjadi melibatkan negara-
negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).
3 K.J Holsti, 1987,Politik internasional suatu kerangka analisis. Binacipta, hal.592-593
4 Steven D. Strauss, 2002, World Conflicts, Alpha Books, hal. 25
5Konflik perbatasan di Asia Tenggara, melalui https://internasional.kompas.com diakses pada 20
Februari 2019
3
ASEAN merupakan organisasi internasional di regional Asia Tenggara yang
berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967. Organisasi ini dibentuk melalui
penandatangan Deklarasi Bangkok di Thailand atas dasar kesamaan history oleh
lima negara pendiri yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.6
Organisasi ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong
perdamaian dan stabilitas wilayah, dan membentuk kerjasama di berbagai bidang
kepentingan bersama pasca perang dingin.7 Seiring berjalan waktu keanggotaan
ASEAN semakin bertambah dengan bergabungnya Brunei Darussalam (1984),
Vietnam (1995), Laos (1997), Myanmar (1997), dan Kamboja (1999). Kamboja
menjadi negara terakhir yang bergabung sehingga jumlah anggota negara ASEAN
genap menjadi sepuluh negara.
ASEAN sebagai organisasi internasional memiliki prinsip-prinsip yang harus
dipatuhi antara lain menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas
wilayah dan identitas nasional seluruh negara-negara anggota ASEAN, komitmen
bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan
dan kemakmuran di kawasan, menolak agresi dan ancaman atau penggunaan
kekuatan atau tindakan lainnya dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan
hukum internasional serta mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai
(Pasal 2 Piagam ASEAN).8
Prinsip dan tujuan organisasi ini ditetapkan untuk diterapkan oleh negara-
negara yang menjadi bagian ASEAN untuk menjaga keamanan dan kepercayaan
di kawasan Asia Tenggara.Negara-negara anggota ASEAN ditantang untuk
6 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (DEPLU RI), 2011, Ayo Kita Kenali ASEAN,
Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Hal.12 7Ibid.
8Ibid.hal 13
4
bersikap kearah “sovereignty reducing” (pengurangan kedaulatan) dan tidak
bersikukuh pada posisi “sovereignty enhancing” (peningkatan kedaulatan).9
Dalam penyelesaian konflik, setiap negara anggota ASEAN diupayakan untuk
menempuh jalur damai dan menjaga stabilitas kawasan.Prinsip ini digunakan
untuk menjaga hubungan anternegara apabila terlibat konflik tidak menimbulkan
kerugian yang berkepanjangan bagi negara anggota ASEAN.
Kamboja dan Thailand adalah dua negara di Asia Tenggara yang berbatasan
secara langsung. Thailand berbatasan dengan Kamboja sebelah Barat sedangkan
Kamboja berbatasan dengan Thailand di sebelah Timur.10
Dua negara ini cukup
menjalin hubungan bilateral yang baik dan tergabung menjadi negara anggota di
ASEAN. Pada daerah perbatasan kedua negara berdiri sebuah kuil yang disebut
Kuil Preah Vihear.Wilayah Preah Vihear di Kamboja berbatasan langsung dengan
wilayah Sisaket di bagian Timur Laut Thailand.
Kedua negara yang berbatasan ini terlibat perselisihan di tahun 1962
memperebutkan kuil yang terletak diantara kedua negara ini. Perselisihan ini
menjadi konflik bagi kedua negara dalam mengklaim Kuil Preah Vihear yang
bertengger di antara kedua negara.Kuil tersebut sudah berdiri kurang lebih 900
tahun, sekitar 8 abad yang lalu.Kemudian kasus tersebut di bawa kepada ICJ
(International Court of Justice).ICJ memutuskan Kamboja yang berhak atas
kepemilikan kuil tersebut.Keputusan dari ICJ hanya menyebutkan bahwa
kepemilikan dari Kuil Preah Vihear adalah Kamboja, namun tidak menjelaskan
kepemilikan wilayah.Kedua negara ini masih bersitegang dengan konflik
perebutan wilayah.
9Yuli Fuziatni, Ichlasul Amal dan Dafri Agus Salim, 2004, ASEAN Security Community (Latar
Belakang Dan Prospek), Jurnal Sosiosains, Vol.18 (2), hal. 384 10
Council of Minister, 2008, The temple of Preah Vihear, Phnom Penh, hal.2
5
Pada tahun 2008 kedua negara kembali berselisih mengenai konflik
perebutan wilayah perihal sengketa wilayah Kuil Preah Vihear. Wilayah Kuil
Preah Vihear menjadi wilayah yang disengketakan dengan luas tanah 4.6
kilometer, kedua negara sama-sama berusaha mengklaim bahwa wilayah Kuil
Preah Vihear merupakan wilayah teritori mereka.11
Berikut ini adalah gambar peta
letak Kuil Preah Vihear :
Gambar 1.1 Peta Letak Kuil Preah Vihear
Sumber :https://www.google.com/search?q=peta+letak+kuil+Preah+Vihear&client=firefox-
a&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=
Perdebatan antara Thailand dan Kamboja bermula dari perbedaan peta yang
dibuat oleh Perancis dan Pemerintahan Thailand mengenai batas-batas wilayah
yang meliputi Kuil Preah Vihear.Kamboja menggunakan peta wilayah yang di
buat oleh bangsa Perancis pada tahun 1907 dan negara Thailand menggunakan
peta wilayah pada tahun 1904.K. J. Holsti mendefinisikan konflik perbatasan
sebagai konflik yang terjadi akibat ketidaksesuaian pandangan negara dengan
pihak negara lain terhadap kepemilikan suatu wilayah atau pada hak-hak yang
11
Heri Pical,2009, Skripsi : Sengketa Teritorial Thailand-Kamboja atas Kepemilikan Wilayah
Kuil Preah Vihear, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hal 53
6
diperoleh di dekat wilayah negara lain.12
Perbedaan pendapat dan pandangan akan
peta wilayah membuat negara Thailand dan Kamboja merasa memiliki wilayah
yang sedang diperebutkan sehingga menimbulkan konflik bagi kedua negara.
Kemudian, perselisihan semakin meningkat di wilayah perbatasan ketika
Kamboja berhasil mendaftarkan Kuil Preah Vihear yang dibangun pada abad ke-
11 dalam daftar warisan dunia tahun 2008.UNESCO (United Nation Educational
Scientific and Cultural Organization) menetapkan kuil tersebut sebagai salah satu
warisan dunia.Keberhasilan ini disambut gembira di Kamboja dan menimbulkan
kemarahan di Thailand yang pernah mengklaim memiliki kuil ini.13
Hal ini
menyebabkan tingkat perselisihan antara kedua negara ini semakn meningkat.
Konflik antara Thailand dan Kamboja merupakan konflik interstate14
yang
melibatkan kekuatan militer. Pada 2008, pertempuran muncul antara militer
Thailand dan Kamboja setelah perselisihan tentang Kuil Preah Vihear dan bukit di
sekitar Phnom Trap.15
Dalam buku Ambarwaty, setiap perbedaan yang muncul
antara dua negara dan menyebabkan intervensi angkatan bersenjata adalah
sengketa bersenjata, sekalipun salah satu pihak tidak mengakui keberadaan
keadaan perang.16
Kedua negara yang berdebat melibatkan kekuatan militer yang
berupa kontak senjata oleh kedua negara, akan tetapi kedua negara berdalih itu
bukanlah perang terhadap keduanya.
12
K.J. Holsti, “Politik internasional: Kerangka untuk Analisis”, Edisi ke 4. Diterjemahkan oleh :
M. Tahir Azharv, Jakarta: Penerbit Airlangga, hal.198 13
Putusan UNESCO terhadap kuil Preah Vihear melalui
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/02/110204cambodiathaifireexchange diakses pada 30
Oktober 2018 14
Konflik yang terjadi antara satu negara dengan negara lain untuk mencapai kepentingan nasional 15
Laila Khalid, The Thai-Cambodian Border Dispute, and the strength of adjudication over
negotiations.Negotiations and Conflict Resolution – 17POLS10I, British University Egypt, pg. 1 16
Ambarwati, dkk., 2009, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 57
7
Pada tahun 2011 suara senapan dan ledakan artileri terdengar dari wilayah
perbatasan dimana militer dua negara yang sedang melakukan baku tembak,
sehingga jumlah total korban tewas bertambah dari 10 menjadi 11 prajurit dan
kerusakaan fasilitas umum.17
Hal ini menjadi situasi yang mendesak pemerintah
Thailand untuk melakukan pengungsian terhadap warga negara sipil. Warga yang
diungsikan berlindung di barak militer yang dibangun di bawah tanah. Kejadian
ini menyebabkan kerugian bagi warga sipil yang terkena dampak konflik serta
konfik ini bertentangan dengan prinsip ASEAN Way18
yang diterapkan organisasi
ini.
Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja menjadi perhatian khusus
ASEAN akan keamanan kawasan yang selama ini terkenal sebagai kawasan yang
menjaga perdamaian. ASEAN menyiapkan beberapa langkah untuk
menyelesaikan konflik kedua negara tersebut. Pertama dengan cara meminta
Kamboja dan Thailand untuk menegaskan komitmen penyelesaian masalah secara
damai lewat mekanisme Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Kedua, baik
Kamboja dan Thailand diminta untuk menstabilkan gencatan senjata. Ketiga,
menggulirkan kembali forum diplomasi yang sudah dibentuk oleh kedua negara
yakni Joint Boundary Committee (JBC).19
Penelitian ini menarik untuk diteliti karena ASEAN menjadi organisasi
internasional yang berada di kawasan Asia Tenggara dan menerapkan prinsip
ASEAN Way. Prinsip ini mendorong negara anggota dalam hal ini Thailand dan
17
Konflik thailand dan kamboja melalui https://news.detik.com/beritadiakses pada 25 maret 2018 18
ASEAN Way adalah norma dan prinsip-prinsip non-intervensi, penyelesaian sengketa secara
damai, tindakan non-konfrontatif terhadap konflik, dan menekankan pada musyawarah dan
mufakat. 19
Roza Andriani ,2018, Efektifitas Asean Dalam Penyelesaian Konflik Thailand Dan Kamboja,
Riau, hal 145
8
Kamboja bisa menyelesaikan konflik melalui jalur damai. Dalam konflik ini,
ASEAN dituntut untuk memiliki peran yang dapat membantu negara anggotanya
menyelesaikan konflik interstate tersebut tanpa adanya intervensi ke salah satu
pihak dan bersikap netral.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah :
“Bagaimana Peran ASEAN dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear
antara Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan ASEAN sebagai Organisasi Internasional di kawasan
Asia Tenggara.
2. Mendeskripsikan konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja
3. Menganalisis peran ASEAN dalam konflik Kuil Preah Vihear antara
Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
dalam ilmu hubungan internasional mengenai Peran ASEAN
sebagai organisasi kawasan dan menjadi referensi tambahan bagi
9
para kalangan penstudi maupun semua kalangan dalam hal isu
konflik di Asia Tenggara.
2. Secara praktis diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya
terkait penelitian mengenai Peran ASEAN dalam konflik internal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam mendukung penelitian ini, penulis melakukan tinjauan terhadap
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan konflik Kuil Preah Vihear antara
Thailand dan Kamboja dan Peran ASEAN dalam konflik di tersebut. Berikut ini
merupakan beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan penulis sebagai acuan
untuk melakukan perbandingan penelitian :
Pertama, penelitian yang ditulis oleh Roza Andriani pada tahun 2018
berjudul Efektifitas Asean Dalam Penyelesaian Konflik Thailand Dan Kamboja.20
Dalam penelitian ini, objek penelitian adalah sengketa perbatasan atas Kuil Preah
Vihear antara Thailand dan Kamboja, menyebabkan hubungan kedua negara ini
mengalami ketegangan sejak perdebatan wilayah dan berlanjut menjadi konflik
bersenjata pada tahun 2011. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis efektifitas
ASEAN sebagai rezim Asia Tenggara untuk membantu penyelesaian konflik
sengketa wilayah Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja.
Tesis ini menganalisis bahwa ada tiga masalah terkait keefektifan rezim
ASEAN dalam penyelesaian konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand
mengenai kawasan yang mengelilingi Kuil Preah Vihear. Pemeriksaan
20
Roza Andriani, 2018, Efektifitas ASEAN Dalam Penyelesaian Konflik Thailand dan Kamboja,
Riau
11
menunjukkan, ketidakefektifan rezim ASEAN dipengaruhi oleh pembatasan tiga
faktor yang meningkatkan kapasitas pemecahan masalah, yaitu pengaturan
kelembagaan, distribusi kekuasaan di antara para pelaku yang terlibat, dan
keterampilan dan energi yang tersedia untuk solusi koopeatif.21
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada penggunaan
studi kasus dan metode penelitian. Studi kasus yang digunakan ialah konflik
antara Thailand dan Kamboja yang memperebutkan wilayah Kuil Preah Vihear.
Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tujuan dan fokus penelitian.Penelitian
ini mendukung isi penelitian menulis dalam segi mendukung informasi studi
kasus.
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Ari Kristanto pada tahun 2018 yang
berjudul Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Kamboja Dan Thailand Mengenai
Kuil Preah Vihear Oleh Asean.22
Tujuan penelitian ini secara objektif ialah untuk
mengetahui penyebab sengketa antara Thailand dan Kamboja terkait wilayah Kuil
Preah Vihear, mengetahui upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
kedua negara dan ASEAN.
Dalam upaya penyelesaian sengketa antara Thailand dan Kamboja
berpedoman pada dua ketentuan. Sebelum bulan Desember 2008 ASEAN
menggunakan TAC sebagai pedoman penyelesaian sengketa, setelah bulan
Desember 2008 ASEAN menggunakan Piagam ASEAN. Upaya penyelesaian
sengketa antara Kamboja dan Thailand melalui ASEAN ini kurang efektif. Hal itu
karena ASEAN sendiri tidak dapat menyelesaikan sengketa tersebut berdasarkan
21
Ibid.Hal. 147 22
Ari Kristanto, 2018, Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Kamboja Dan Thailand Mengenai
Kuil Preah Vihear Oleh Asean, Surakarta
12
mekanisme yang ada di ASEAN, padahal ASEAN telah memiliki TAC maupun
Piagam ASEAN yang di dalamnya diatur mengenai penyelesaian sengketa.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada penggunaan
studi kasus yaitu negara Thailand dan Kamboja dalam konflik sengketa wilayah
Kuil dan metode penelitian. Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tujuan dan
fokus penelitian. Penelitian ini mendukung isi penelitian menulis.
Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Anita tahun 2017 berjudul Peran
Organisasi Internasional Regional dalam Penyelesaian Sengketa Internasional.23
Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui penyebab timbulnya sengketa
internasional, upaya penyelesaian sengketa menurut hukum internasional, dan
memahami peran organisasi internasional regional dalam menyelesaikan sengketa
internasional.
Berdasarkan pembahasan dari penelitian ini, dalam penyelesaian sengketa
dapat dilakukan secara damai dan menghindari kekerasan. Hal tersebut dapat
dilihat dalam Piagam PBB yang mengatur tentang penyelesaian sengketa tertuang
dalam Bab VII Piagam PBB. Disamping itu, hukum internasional sudah mengakui
organisasi internasional regional dapat berperan aktif dalam upaya penyelesaian
sengketa internasional. Penyelesaian secara regional memungkinkan organisasi
regional memberi dorongan, bantuan atau bahkan tekanan kepada para pihak di
wilayah tersebut untuk meyelesaikan sengketanya secara damai.24
Persamaan
penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada penggunaan studi kasus dan
metode penelitian. Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tujuan dan fokus
penelitian. Penelitian ini mendukung isi penelitian penulis.
23
Anita, 2017, Peran Organisasi Internasional Regional dalam Penyelesaian Sengketa
Internasional, Riau 24
Ibid. Hal. 24
13
Keempat, Heri Pical dalam skripsinya yang berjudul Sengketa Teritorial
Thailand-Kamboja atas Kepemilikan Wilayah Kuil Preah Vihear tahun 2009.25
Penelitian ini menggunakan tiga teori dan satu konsep dalam menganalisa
permasalahan Thailand-Kamboja yaitu, Teori Konflik, Teori Persepsi, Teori
Pengambilan Keputusan serta konsep Kepentingan Nasional. Ia menyatakan
faktor penyebab terjadinya sengketa teritorial Kamboja-Thailand atas kepemilikan
wilayah Kuil Preah Vihear adalah adanya perbedaan persepsi antara kedua negara
terhadap keabsahan watershed line peta annex 1 map yang ditetapkan oleh
mahkamah internasional pada tahun 1962 yang memutuskan bahwa kuil Preah
Vihear berada dalam wilayah teritorial tersebut juga tidak terlepas dari
kepentingan ekonomi politik kedua negara. Faktor selanjutnya adalah adanya
upaya-upaya provokasi yang dilakukan Thailand kepada Kamboja yang mengarah
pada konflik terbuka didorong oleh kepentingan ekonomi politik dalam negeri.
Sebab kondisi politik dan stabilitas nasional Thailand yang terguncang akibat
konflik politik dan kudeta militer yang berlarut-karut telah menyebabkan
perekonomian Thailand mengalami kemunduran secara drastis. Sehingga untuk
mengalihkan perhatian publik dalam negeri terhadap sensitif tersebut, maka
pemerintah Thailand berupaya melakukan profokasi kepada Kamboja dengan
mengajukan klaim kembali terhadap status kepemilikan Kuil Preah Vihear.
Selanjutnya di pihak lain dalam kasus sengketa teritorial ini Kamboja tentu berada
dalam posisi yang lebih kuat dan diuntungkan, karena secara hukum internasional
berdasarkan keputusan mahkamah internasional pada tahun 1962 telah
memutuskan bahwa Kuil Preah Vihear berada dalam wilayah teritorial Kamboja.
25
Heri Pical, 2009, Sengketa Teritorial Thailand-Kamboja atas Kepemilikan Wilayah Kuil Preah
Vihear, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta
14
Kepemilikan atas kuil ini merupakan salah satu penopang kekuatan ekonomi
Kamboja yang menjadi modal dasar kebangkitan dan pembangunan Kamboja
dalam sektor pariwisata.
Kelima, P. Michael dalam jurnalnya berjudul The Role of Preah Vihear in
Hun Sen’s Nationalism Politics, 2008–2013, in: Journal of Current Southeast
Asian Affairs tahun 2017.26
Dalam jurnal ini membahas mengenai politik
nasionalisme yang digunakan oleh perdanan menteri Kamboja, Hun Sen dalam
sengketa Kuil Preah Vihear.
Pada tahun 2003 hingga 2013, perdana menteri Kamboja mencapai
keuntungan secara politis dalam promosi nasionalisme melalui sengketa Kuil
Preah Vihear dengan Thailand. Ketika rencana pengajuan klaim Preah Vihear,
posisi politik Kamboja akan meningkat. Akibatnya, kedua negara terlibat dalam
perang kata dan beberapa militer mengalami bentrokan tahun 2008 dan 2013.
Thailand secara luas dipandang sebagai penghasut dan Kamboja sebagai korban.
Hun Sen menggunakan konflik Preah Vihear sebagai historis untuk
membangun prestise politik, nasionalisme dan sentiment anti Thai yang
merupakan bagian dalam platform politiknya. Dalam penelitian ini ada persamaan
dalam penggunaan studi kasus, perbedaan terletak pada fokus penelitian.
Penelitian ini membantu penulis dalam mendukung informasi mengenai
keterlibatan militer dan pandangan Kamboja dalam kasus ini.
Keenam, Bryan K. Wong, Maj, dengan judul Temple Wars: Cambodia’s
Dispute Over Preah Vihear Ownership And Its Effects On National Power tahun
26
P.Michael,2017, The Role of Preah Vihear in Hun Sen’s Nationalism Politics, 2008–2013, in:
Journal of Current Southeast Asian Affairs
15
2017.27
Dalam artikel ini dijelaskan mengenai sengketa Kuil Preah Vihear dan
dampaknya pada kekuatan nasional. Kuil Preah Vihear di sepanjang perbatasan
Thailand dan Kamboja telah menjadi sumber pertentangan antara kedua negara
selama seratus tahun terakhir. Asal-usul Preah Vihear kembali ke abad
kesembilan, tetapi perselisihan kontemporer lebih dari sebagian tanah di
sekitarnya candi berukuran 4,6 kilometer persegi. Kamboja dan Thailand
memiliki banyak kesamaan termasuk adat, tradisi, seni, dan agama.
Namun, candi tersebut memicu konflik oleh permusuhan historis, politik
domestik, dan perjuangan untuk kedaulatan dan nasionalisme. Candi telah
menguji tekad Kamboja dan kemampuannya untuk mengerahkan instrumen
kekuatan nasionalnya untuk menumpas perselisihan. Artikel ini berpendapat
bahwa, sebagai negara yang lebih lemah dalam ekonomi, militer, dan istilah
pembangunan, Kamboja mampu memarjinalkan upaya Thailand untuk
mendapatkan kembali kendali Preah Vihear. Kamboja telah secara efektif
menggunakan instrumen kekuasaan nasionalnya meskipun menjadi bangsa yang
lebih lemah dan diuntungkan oleh konflik dan persaingan di wilayah tersebut.
Dalam artikel ini, penulis dapat menggunakan sebagai bantuan dalam penelitian
untuk melihat konflik yang terjadi.
Melalui beberapa penelitian terdahulu yang dipaparkan di atas, penulis
menggunakan penelitian tersebut sebagai acuan menulis dan ada beberapa
kesamaan penggunaan konsep dan metode dari keenam penelitian tersebut.
Namun, penelitian yang dilakukan penulis memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yaitu pada tujuan dan fokus penelitian. Pada penelitian ini penulis
27
Bryan K. Wong, 2017, Temple Wars: Cambodia’s Dispute Over Preah Vihear Ownership And
Its Effects On National Power
16
bertujuan menjelaskan Peran ASEAN dalam konflik sengketa Kuil Preah Vihear
antara Thailand dan Kamboja . Berikut tabel penelitian terdahulu :
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Nama Penulis Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Roza Andriani Efektifitas Asean Dalam
Penyelesaian Konflik Thailand
Dan Kamboja
menganalisis efektifitas
ASEAN sebagai rezim
Asia Tenggara untuk
membantu penyelesaian
konflik sengketa wilayah
kuil Preah Vihear antara
Thailand dan Kamboja
Ketidakefektifan rezim
ASEAN dipengaruhi oleh
pembatasan tiga faktor yang
meningkatkan kapasitas
pemecahan masalah, yaitu
pengaturan kelembagaan,
distribusi kekuasaan di antara
para pelaku yang terlibat, dan
keterampilan dan energi yang
tersedia untuk solusi
koopeatif
Ari Kristanto Upaya Penyelesaian Sengketa
Antara Kamboja Dan Thailand
Mengenai Kuil Preah Vihear Oleh
Asean.
untuk mengetahui
penyebab sengketa antara
Thailand dan Kamboja
terkait wilayah kuil Preah
Vihear, mengetahui upaya
penyelesaian sengketa
yang dilakukan oleh kedua
negara dan ASEAN.
Upaya penyelesaian sengketa
antara Kamboja dan
Thailand, ASEAN kurang
efektif. Hal itu karena
ASEAN sendiri tidak dapat
menyelesaikan sengketa
tersebut berdasarkan
mekanisme yang ada di
ASEAN, padahal ASEAN
telah memiliki TAC maupun
Piagam ASEAN yang di
dalamnya diatur mengenai
penyelesaian sengketa.
Anita Peran Organisasi Internasional
Regional dalam Penyelesaian
Sengketa Internasional
Peran Organisasi
Internasional Regional
dalam Penyelesaian
Sengketa Internasional
Hukum internasional sudah
mengakui organisasi
internasional regional dapat
berperan aktif dalam upaya
penyelesaian sengketa
internasional. Penyelesaian
secara regional
memungkinkan organisasi
regional memberi dorongan,
bantuan atau bahkan tekanan
kepada para pihak di region
tersebut untuk meyelesaikan
sengketanya secara damai
Heri Pical Sengketa Teritorial Thailand-
Kamboja atas Kepemilikan
Wilayah Kuil Preah Vihear
Menganalisa permasalan
Thailand-Kamboja
Sebab kondisi politik dan
stabilitas nasional Thailand
yang terguncang akibat
17
konflik politik dan kudeta
militer yang berlarut-karut
telah menyebabkan
perekonomian Thailand
mengalami kemunduran
secara drastis. Sehingga
untuk mengalihkan perhatian
publik dalam negeri terhadap
sensitif tersebut, maka
pemerintah Thailand
berupaya melakukan
provokasi kepada Kamboja
dengan mengajukan klaim
kembali terhadap status
kepemilikan kuil Preah
Vihear.
P. Michael The Role of Preah Vihear in Hun
Sen’s Nationalism Politics, 2008–
2013, in: Journal of Current
Southeast Asian Affairs
Peran Preah Vihear dalam
Politik Nasionalisme Hun
Sen
Pada tahun 2008 hingga
2013, perdana menteri
Kamboja mencapai
keuntungan secara politis
dalam promosi nasionalisme
melalui sengketa Kuil Preah
Vihear dengan Thailand.
Ketika rencana pengajuan
klaim Preah Vihear, posisi
politik Kamboja akan
meningkat. Akibatnya, kedua
negara terlibat dalam perang
kata dan beberapa militer
mengalami bentrokan tahun
2008 dan 2013. Thailand
secara luas dipandang
sebagai penghasut dan
Kamboja sebagai korban.
Hun Sen menggunakan
konflik Preah Vihear sebagai
historis untuk membangun
prestise politik, nasionalisme
dan sentimen anti Thai yang
merupakan bagian dalam
platform politiknya.
Bryan K. Wong, Maj, Cambodia’s Dispute Over Preah
Vihear Ownership And Its Effects
On National Power
Sengketa Kamboja
terhadap efek kekuatan
nasional
Candi tersebut memicu
konflik oleh permusuhan
historis, politik domestik, dan
perjuangan untuk kedaulatan
dan nasionalisme. Candi
telah menguji tekad Kamboja
dan kemampuannya untuk
mengerahkan instrumen
18
kekuatan nasionalnya untuk
menumpas perselisihan.
Artikel ini berpendapat
bahwa, sebagai negara yang
lebih lemah dalam ekonomi,
militer, dan istilah
pembangunan, Kamboja
mampu memarjinalkan upaya
Thailand untuk mendapatkan
kembali kendali Preah
Vihear. Kamboja telah secara
efektif menggunakan
instrumen kekuasaan
nasionalnya meskipun
menjadi bangsa yang lebih
lemah dan diuntungkan oleh
konflik dan persaingan di
wilayah tersebut.
Sumber : data dihimpun oleh penulis
2.2 Kerangka Teoritis dan Konsep
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Teori peranan dan konsep
organisasi internasional untuk menganalisis peran ASEAN dalam konflik
sengketa wilayah kuil Preah Vihear tahun 2011-2013.Adapun penggunana teori
peran (Role Theory) digunakan untuk menunjukkan peran ASEAN sebagai
organisasi internasional menurut tiga bagian yaitu sebagai arena, instrumen, dan
aktor independen. Untuk menganalisis peran, dibutuhkan adanya upaya yang
dilakukan oleh ASEAN yang akan dianalisis menggunakan konsep organisasi
internasional menurut pemikiran Archer. Teori dan konsep ini digunakan penulis
untuk membantu penulis menjawab pertanyaan penelitian sesuai tujuan penelitian.
2.2.1 Teori Peran
Menurut Sebastian Harnisch, teori peran merupakan perspektif yang
pertama kali muncul dalam Analisa Politik Luar Negeri tahun 1970. Para ahli
19
berpendapat dalam hubungan internasional tidak dapat dipandang atau
diteorikan tanpa mengacu pada peran lain dan pengakuan masyarakat.
Menurut Harnisch, role expectation untuk aktor terorganisir seperti negara
atau organisasi internasional dapat bervariasi.28
Role expectation setiap orang
berbeda sesuai dengan ruang lingkupnya sehingga kewajiban mereka pun
menjadi berbeda. Prioritas pertama untuk teori ini ialah untuk memperjelas
peran negara atau organisasai digambarkan seperti papan catur dimana ada
objek lain diatasnya yang memiliki peran masing-masing (Raja, Ratu, pion,
dll), dimana aktor sebagai pemegang peran harus bergerak berdasarkan arah
peraturan.29
Berdasarkan uraian diatas, ASEAN sebagai organisasi internasional
regional di kawasan Asia Tenggara juga memiliki peran sesuai dengan status
sebagai organisasi internasional. Peran itu harus dijalankan sesuai dengan
status yang dipegang oleh ASEAN sebagai aktor yang harus menjalankan
perannya. ASEAN memiliki peran dan fungsi yang harus dijalankan melalui
upaya dan cara yang digunakan ASEAN.
Teori peran menjanjikan untuk membangun jembatan empiris antara
agen dan struktur dalam hubungan internasional. Agen, atau individu yang
bekerja secara tunggal atau dalam kelompok, tertanam dalam lembaga sosial
dan budaya negara bagian yang mereka wakili pembuat keputusan kebijakan
luar negeri. Perspektif mereka tentang dunia telah dibentuk oleh institusi-
institusi itu. Agen-agen ini menavigasi struktur sistem internasional, yang
dapat menghadirkan peluang dan hambatan: ada saat-saat ketika para agen
28
Sebastian Harnisch, 2011, Role Theory in International Relations: Approaches and analyses,
New York: Routledge, Hal.18 29
Ibid, Hal.92
20
memiliki banyak kesempatan untuk mempengaruhi dan mengubah struktur
sistem internasional.
Pada bagian lain, agen memiliki sedikit kesempatan untuk membentuk
kembali peran yang sudah ada sebelumnya.30
Teori peran layak untuk lebih
terintegrasi, bukan hanya karena ia menyediakan hubungan antara identitas
dan perilaku, tetapi juga karena ia menyediakan alat yang memungkinkan
penyelidikan empiris sistematis tentang kepentingan relatif dari agen dan
struktur sebagai penentu perilaku kebijakan luar negeri.31
Teori peran sendiri erat kaitannya dengan konsep-konsep seperti identitas
dan citra diri. Dalam setiap kasus, upaya adalah suatu hal untuk menjangkau
karakteristik material yang dapat diamati dari negara seperti ukuran,
kemampuan militer, atau kinerja ekonomi dan untuk membuat perspektif
yang jelas dari pengambil keputusan dalam konteks penafsiran mereka
tentang pemahaman diri secara kolektif dari warga negara.32
Seperti pendapat
Harnisch tersebut, ASEAN memiliki identitasnya sebagai organisasi
internasional yang harus menunjukkan perilaku sesuai citra yang seharusnya
sesuai identitasnya. ASEAN ikut terlibat dalam setiap isu yang ada di
Kawasan Asia Tenggara agar citra ASEAN terbangun dengan baik dan
identitas ASEAN sebagai organisasi internasional yang mengutamakan
perdamaian dapat diakui sebagai citra yang seharusnya yang dilakukan.
Menurut Jhon Wahlke, teori peranan memiliki dua kemampuan yang
berguna bagi analisis politik:
30
Ibid Hal.16 31
Ibid. 32
Ibid. Hal.20
21
1. Teori peran menunjukkan bahwa aktor politik umumnya akan berupaya
untuk menyesuaikan perilaku dengan norma yang berlaku dalam peran
yang dijalankan
2. Teori peran memiliki kemampuan dalam mendeskripsikan institusi secara
behavioral.33
Artinya, dalam teori peranan institusi politik merupakan serangkaian pola
perilaku yang berkaitan dengan peranan.
Sebagai landasan dalam penelitian, teori peranan ditarik lebih jauh lagi
untuk diaplikasikan dalam unit analisis penelitian ini, yaitu organisasi
internasional. Seorang Profesor asosisasi, J. Samuel Barkin menjelaskan
bahwa ada dua pendekatan dalam melihat organisasi internasional, yaitu :
1. Pendekatan institusi
Pendekatan institusi atau dikenal sebagai analisis institusi, melihat organisasi
internasional pada bentuk formal organisasinya, mulai dari strktur hingga
birokrasi dalam organisasi internasional tersebut.34
Dalam pendekatan ini,
analisis dilakukan dengan melihat berbagai prinsip, norma,aturan, dan
prosedur pengambilan keputusan dalam isu area tertentu. Pendekatan
institutional menekankan pada apa yang terjadi dalam organisasi
internasional tersebut.
2. Pendekatan rezim
Pendekatan rezim melihat pada efek perilaku dari organisasi internasional
terhadap aktor negara. Perilaku aktor negara dilihat sebagai sumber hasil
dalam politik internasional, dan melihat bagaimana efek dari berbagai
33
Mohtar Mas‟oed,1989, Studi Hubungan Internasional : Tingkat Analisis dan Teorisasi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 34
Samuel J. Barkin, 2013, International Organization: Theories and Institutions, p.39
22
prinsip, norma, peraturan, dan prosedur pengambilan keputusan yang terkait
dengan organisasi internasional.35
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis peran organisasi internasional
menggunakan pemikiran dari Clive Archer. Archer membagi peranan untuk
mendefinisikan peranan organisasi internasional ke dalam tiga hal, yaitu:
1. Sebagai instrumen,organisasi internasional digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik
luar negerinya.36
Peranan organisasi internasional sebagai instrumen
dianggap mempunyai suatu kekuatan dapat mendukung kepentingan
nasional suatu negara. Menurut Archer, sebagai instrumen organisasi
internasional digunakan sebagai alat untuk mencapai intensitas konflik
dan juga menyelaraskan tindakan. Dengan menyelaraskan tindakan
sesuai organisasi internasional maka suatu negara telah menunjukkan
kepada negara-negara lain bahwa kinerjanya sesuai organisasi
internasional yang berlandaskan kesamaan tujuan. Dalam mencapai
tujuan politik luar negeri suatu negara, organisasi penting bagi
kepntingan suatu negara dalam mendukung keuntungan jangka panjang
bagi pemerintah nasional.
2. Sebagai arena, organisasi internasional merupakan tempat bagi anggota-
anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang
dihadapi.37
Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh
beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, ataupun
35
Ibid. 36
Clive Archer, 1983, International Organization, George Allen and Unwin Publisher, London
Hal.137-147 37
Ibid
23
maslah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan
perhatian internasional. Berdasarkan peran organisasi internasional
sebagai arena atau forum, organisasi internasional menyediakan wadah
bagi anggotanya untuk berkumpul bersama-sama dalam berdiskusi dan
bekerjasama. Sebagai suatu arena, organisasi internasional digunakan
oleh suatu negara sebagai tempat berkonsultasi maupun memprakarsai
pembuatan keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-
perjanjian internasional.
3. Sebagai aktor independen, organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau
paksaan dari luar organisasi.38
Sedangkan dalam peran organisasi
internasional sebagai aktor independen, diartikan sebagai tindakan yang
tidak dipengaruhi kekuatan dari luar organisasi.
2.2.2 Organisasi internasional
Bruce Russett, John. R. Oneal, dan Davis, D.R. dalam jurnalnya yang
berjudul“The Third Leg of the Kantian Tripod for Peace:International
Organizations and Militarized Disputes” mendefinisikan organisasi
internasional sebagai sebuah institusi yang berlangsung secara formal yang
terbentuk atas dasar kesepakatan pemerintah maupun non pemerintah, bersifat
multilateral dan mengadakan pertemuan regular yang mana organisasi
internasional sendiri terlindungi secara hukum, dan menganut hukum
internasional dalam pelaksanaannya.39
38
Ibid. 39
Russett, B., Oneal, J.R., and Davis, D.R, 1998, “The Third Leg of the Kantian Tripod for Peace:
International Organizations and Militarized Disputes, 1950–85,” International Organization,
24
Menurut Archer, organisasi internasional merupakan suatu institusi yang
terstruktur secara formal yang lahir melalui bentuk perjanjian yang berasal
dari pemerintah maupun non pemerintah yang beranggotakan negara-negara
berdaulat dengan latar belakang tujuan dan kepentingan yang sama.40
Keberadaan organisasi internasional tidak dapat lepas dari peran dan perilaku
negara sebagai anggota serta interaksi antar negara di dalamnya. Tindakan
dan perilaku dari suatu negara dalam organisasi internasional bergantung
pada self-interest dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan negara
tersebut.keuntungan relatif menjadi salah satu faktor penting yang mendasari
arah bertindak negara dalam organisasi internasional.41
Berkaitan dengan fungsi independence yang dimiliki organisasi
internasional, terdapat beberapa poin yang mampu menjelaskan bagaimana
liberal institusionalis memandang peranan organisasi internasional.42
Pertama, peranan organisasi internasional melalui upaya
sebagai allocator menunjukkan bahwa organisasi internasional mampu
berperan sebagai pihak netral yang dapat mengalokasikan berbagai sumber
daya langka terhadap anggotanya. Kedua, organisasi internasional
sebagai arbriter mencerminkan bahwa organisasi internasional dapat
memberikan posisinya sebagai pihak yang membantu penyelesaian masalah
yang berkaitan dengan sengketa atau konflik antar negara. Ketiga, organisasi
internasional sebagai enforcement merupakan upaya penegakan perjanjian
52(2), 441–67. Shanks, C., Jacobson, H.K., and Kaplan, J.H. (1996): “Inertia and Change in the
Constellation of International Governmental Organizations, 1981–92,” International
Organization, 50(4), p. 445 40
Clive Archer, Hal 35.Op.Cit 41
Robert O Keohanne dan Lisa L Martin, 1995, „The Promise of Institutionalist Theory”,
International Security 20, hal. 40 42
Kenneth W Abbot. dan Duncan Snidal, 1998,“Why States Act through Formal International
Organizations”, The Journal of Conflict Resolution, Vol. 42, No. 1.
25
atau kesepakatan yang dilakukan oleh negara, sehingga ada tidaknya
pelanggaran dalam sebuah perjanjian atau kesepakatan dapat dipandang
secara netral oleh organisasi internasional.43
Pada sisi lain, organisasi internasional sebagai intitusi multilateral
memiliki beberapa keterbatasan akibat karakteristik multilateralismenya
dikarenakan negara harus mengorbankan fleksibilitas dalam proses
pembuatan keputusan dan menolak keuntungan jangka-pendek untuk
kepentingan bersama jangka panjang.
2.3 Kerangka Pikir
Dalam kerangka pikir, penulis mencoba menjelaskan permasalahan dalam
penelitian. Penjelasan ini akan disusun dengan mengkaitkan permasalahan
menggunakan teori dan konsep yang ditentukan oleh penulis. Upaya Penyelesaian
Sengketa wilayah Kuil Preah Vihear dijelaskan menggunakan mekanisme
ASEAN yang tertuang dalam Piagam ASEAN. Dalam mendeskripsikan ASEAN
digunakan konsep organisasi internasional menggunakan pemikiran Bruce
Russeut, Davis, dan pemikiran Archer. Untuk mendeskripsikan peran ASEAN
dalam upaya penyelesaian konflik digunakan teori peran menggunakan pemikiran
Archer, Barkin, dan Harnisch untuk menganalisis.
Dalam prinsip-prinsip ASEAN harus menjunjung tinggi nilai-nilai
perdamaian, non-interference, menghargai kedaulatan negara, dll. Dalam
penyelesaian konflik digunakan mekanisme ASEAN. Mekanisme ASEAN
digunakan untuk meminimalisir terjadinya penyelesaian secara militer walaupun
43
Ibid.
26
hal tersebut terjadi pada Thailand dan Kamboja. Melalui upaya-upaya yang
dilakukan dapat digambarkan keterkaitan ASEAN dalam dialog penyelesaian
sengketa antara kedua negara dan penulis menganalisis peran yang dilakukan
ASEAN dalam studi kasus ini.
Konflik sengketa wilayah Kuil Prah Vihear merupakan salah satu konflik
bersenjata yang terjadi di Asia Tenggara. Melihat situasi internal kawasan yang
berkonflik, ASEAN sebagai organisasi internasional kawasan juga ikut
mengambil tindakan dalam upaya penyelesaian sengketa. Dalam proses
penyelesaian sengketa akan menggunakan teori peranan (Role Theory) dan konsep
organisasi internasional untuk menganailisis peran ASEAN. Oleh karena itu,
penulis membuat bagan kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2.1Kerangka Pikir
Sumber: diolah oleh penulis
Peran ASEAN dalam konflik Kuil
Preah Vihear 2011-2013
ASEAN
ASEAN sebagai organisasi internasional melakukan upaya
dalam membantu penyelesaian konflik internal
Teori
Peranan(Role
Theory)
Konflik Kuil Preah Vihear
(Konflik yang melibatkan
Thailand dan Kamboja)
Organisasi
Internasional
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat eksplorasi guna mendapatkan
pemahaman mengenai alasan, opini dan pendapat yang mendasar. Menurut
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.44
Sedangkan dalam hubungan
internasional, penelitian kualitatif secara umum merujuk pada pengumpulan data
dan stratategi serta menganalisis data dan bergantung pada data non-numerik.45
Seperti penelitian kualitatif pada umumnya, penulis menginterpretasikan
informasi yang diperoleh melalui variabel yang diteliti. Peneliti akan menarik
kesimpulan umum dari pernyataan yang sesuai dengan topik yang relevan. Dalam
penarikan kesimpulan yang diambil peneliti mempertimbangkan konsep dan teori
yang digunakan.
44
Lexy J. Moleong, 1994,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
P.103 hal.4 45
Noor Ms. Bakry, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:Pustaka Belajar
28
3.2 Fokus Penelitian
Penulis memfokuskan penelitian ini pada upaya-upaya yang dilakukan
ASEAN dalam penyelesaian konflik Kuil Preah Vihear. Berdasarkan upaya-
upaya tersebut, penulis akan menganalisis peran ASEAN dalam penyelesaian
konflik Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja tahun 2011-2013.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Penulis menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti buku, dokumen, website resmi, dan laporan yang berkaitan dengan
objek yang diteliti.Sumber-sumber tersebut membantu penulis dalam memperoleh
berbagai data maupun informasi dalam penelitian terkait peran ASEAN dalam
konflik sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja tahun 2011-
2013.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah studi dokumentasi. Penulis menggunakan dari berbagai sumber seperti
website: (asean.org, Perpusnas RI), Piagam ASEAN, Artikel TAC dan dokumen
yang berkaitan dengan objek yang diteliti mengenai ASEAN dan konflik sengketa
Kuil Preah Vihear. Beberapa sumber diperoleh dari website maupun laporan
untuk menjelaskan Peran ASEAN dalam konflik sengketa wilayah Kuil Preah
vihear antara Thailand dan Kamboja.
29
3.4 Teknik Analisis Data
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif berdasarkan pemikiran
Miles dan Huberman yaitu dengan tiga cara yaitu tahap reduksi data, tahap
penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan. Dalam mereduksi data, penulis
akan mencari informasi yang diperoleh melalui sumber-sumber terkait
penyelsaian sengketa wilayah Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja
yang melibatkan ASEAN sehingga dapat dianalisis bagaimana peran ASEAN
terhadap penyelesaian konflik internal. Setelah itu, data akan disajikan dalam
bentuk naratif dan diuraikan serta mengaitkan hubungan permasalahan dengan
teori yang digunakan. Tahap terakhir, penulis akan menganalisis dan menarik
kesimpulan untuk menemukan hasil penelitian46
.
46
Lexy J Moleong, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
P.103
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Pada bagian bab ini, penulis akan menjelaskan gambaran umum mengenai
ASEAN (Assosiation of Southeast Asian Nations) sebagai organisasi internasional
di kawasan Asia Tenggara dan menjelaskan gambaran umum mengenai konflik
Preah Vihear yang melibatkan Thailand dan Kamboja. Gambaran umum pada bab
IV berguna untuk mendukung penulis dalam mendeskripsikan tujuan penelitian
ini.
4.1 ASEAN sebagai organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai
strategis. Kondisi tersebut menyebabkan kawasan ini menjadi ajang persaingan
pengaruh kekuatan pada era perang dingin antara blok Barat dan blok Timur.
Situasi persaingan pengaruh ideologi dan kekuatan militer dapat menyeret negara-
negara di kawasan Asia Tenggara ke dalam konflik bersenjata yang
menghancurkan. Hal itu membuat para pemimpin negara-negara di kawasan Asia
Tenggara menyadari akan perlunya suatu kerja sama yang berfungsi untuk
31
meredakan sikap saling curiga di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara
serta mendorong usaha pembangunan bersama di kawasan.47
ASEAN (Assosiation of Southeast Asian Nations) merupakan organisasi
internasional yang mewadahi kerjasama antara negara di Asia Tenggara sejak
tahun 1967. ASEAN dipelopori oleh lima Menteri Luar Negeri: Adam Malik dari
Indonesia, Narciso R. Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari Malaysia, S.
Rajaratnam dari Singapura, dan Thanat Khoman dari Thailand.48
Pada tanggal 8
Agustus 1967 kelima menteri luar negeri ini menandatangani dokumen yang
dikenal sebagai deklarasi ASEAN.49
Penandatangan deklarasi ASEAN diperingati
setiap tahun sebagai hari ASEAN. Deklarasi Bangkok tersebut menandai
berdirinya suatu organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asia Nations).
Keanggotaan ASEAN semakin bertambah ditandai dengan lima negara
berikutnya yang bergabung dengan ASEAN: Brunei Darussalam (8 Januari 1984),
Vietnam (28 Jui 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997) dan Kamboja (30 April
1999).50
Negara anggota ASEAN menjadi 10 negara meliputi Indonesia, Filipina,
Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar dan
Kamboja. Keanggotaan ASEAN genap menjadi 10 negara anggota setelah
bergabungnya Kamboja. Berikut ini adalah gambar peta negara anggota ASEAN:
47
Yusuf Edi, Adek Triana Yudhaswari, 2010, ASEAN Selayang Pandang , Setditjen ASEAN,
Jakarta, hlm 2 48
History of ASEAN, melalui https;//asean.org diakses pada 10 April 2018 49
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (DEPLU RI), 2011, Ayo Kita Kenali ASEAN,
Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Hal.5 50
History of ASEAN, melalui https;//asean.org diakses pada 10 April 2018
32
Gambar 4.1 Peta negara anggota ASEAN
Sumber: https://google.com
Deklarasi Bangkok adalah dokumen singkat dengan kata-kata sederhana yang
berisi lima artikel. Dokumen itu tidak hanya berisi alasan pendirian ASEAN dan
tujuan spesifiknya. Ini mewakili modus operandi organisasi untuk membangun
langkah-langkah kecil, sukarela, dan pengaturan informal menuju perjanjian yang
lebih mengikat dan dilembagakan.Semua negara anggota pendiri dan anggota baru
berdiri teguh pada semangat Deklarasi Bangkok. Selama bertahun-tahun, ASEAN
telah secara progresif memasuki beberapa instrumen formal dan mengikat secara
hukum, seperti Perjanjian 1976 tentang Amity dan Kerjasama di Asia Tenggara
dan Perjanjian 1995 tentang Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara.51
Dalam pelaksanaannya, ASEAN memiliki norma tersendiri yang sejak awal
sudah di kenal sebagai ASEAN Way. ASEAN Way berkenaan dengan norma non-
intervensi, non penggunaan angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional, serta
menghindari collective defence (keamanan kolektif).52
ASEAN Way memuat
bagaimana cara mengatur setiap anggota negaranya dalam berperilaku. Prinsip-
51
History of ASEAN, melalui https;//asean.orgdiakses pada 10 April 2019 52
Nicholas Khoo, 2004, Deconstructing the ASEAN Security Community : Review Essay, Oxford
University Press and Japan Association of International Relation. International Relations of the
Asia-Pasific
33
prinsip ASEAN Way dapat dilihat dengan jelas di bagain 1 artikel 2 dalam Treaty
of Amity and Cooperation (TAC) antara lain:
1) Penghormatan yang sama terhadap kemerdekaan, kedaulatan, integritas
teritorial dan identitas nasional semua bangsa.
2) Hak terhadap kedaulatan negara untuk memimpin eksistensi nasional
terbebas dari intervensi pihak luar, subversi (penggulingan) dan
pemaksaan/kekerasan.
3) Tidak mengintervensi urusan dalam negeri satu sama lain.
4) Penyelesaian perselisihan atau persengkataan dengan cara-cara damai.
5) Penolakan pada ancaman atau penggunaan kekerasan.
6) Kerja sama efektif antar anggota.53
Jika ada konflik terjadi diantara negara anggota ASEAN, maka tugas TAC
adalah memberikan saran penyelesaian konflik, menekankan penyelesaian damai
terhadap negara bersengketa dan berhak mengadakan sebuah penyelesaian hukum
atas sengketa kawasan.Prinsip-prinsip ASEAN Way tersebut sudah lama
dilaksanakan dan berhasil meredam beberapa ketegangan di kawasan Asia
Tenggara. Meskipun, dalam beberapa sengketa mengesankan bahwa kedua
mekanisme tersebut belum efektif.
ASEAN menggunakan sebuah lambang yang menggambarkan ASEAN
sebagai organisasi yang menjunjung kerjasama dan perdamaian. Bendera ASEAN
melambangkan kawasan yang stabil, penuh perdamaian, bersatu dan dinamis.54
Warna bendera dan lambang yaitu biru, merah, kuning, dan putih merupakan
wakil dari bendera setiap negara anggota. Makna dari warna biru melambangkan
53
Artikel TAC diunduh melalui http://asean.org 54
ASEAN, 2010, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Edisi ke-19 hal. 241
34
perdamaian dan stabilitas, merah melambangkan semangat dan kedinamisan,
putih menunjukkan kesucian, dan kuning merupakan simbol kemakmuran. Ikatan
rumpun padi melambangkan harapan dari para tokoh pendiri yaitu agar ASEAN
terikat secara bersama-sama terikat dalam persahabatan dan kesetiakawanan
sosial, sedangkan lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.55
Berikut ini
merupakan gambar bendera ASEAN yang mejadi lambang dari ASEAN :
Gambar 4.2 Bendera ASEAN
Sumber: https://www.google.com/search?q=Bendera+ASEAN&client=firefox-
a&rls=org.mozilla
Sebagai organisasi internasional, ASEAN memiliki semboyan “Satu Visi,
Satu Identitas, Satu Komunitas (One Visi, One Identity, One Community)”.56
Berdirinya ASEAN sebagai organisasi internasional kawasan Asia Tenggara
bertujuan untuk menciptakan pemeliharaan dan peningkatan perdamaian,
keamanan, ketahanan dan kawasan bebas senjata nuklir dan senjata pemusnah
massal.57
Negara anggota ASEAN wajib memajukan identitas ASEAN bersama
dan rasa memiliki antar rakyatnya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan, sasaran-
sasaran dan nilai bersama.
55
Ibid. 56
Ibid. 57
DEPLU RI, Hal. 12, Op.Cit
35
Adapun tujuan yang ingin dicapai ASEAN ialah:
1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas, serta
lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perjanjian kawasan.
2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerjasama politik
keamanan, ekonomi, sosial budaya yang lebih luas.
3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Nuklir dan bebas
dari semua jenis senjata pemusnah massal.
4. Menjamin bahwa rakyat dan negara-negara anggota ASEAN hidup damai
dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan
harmonis.
5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat
kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomi melalui fasilitas yang efektif
untuk perdagangan dan investasi yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas
barang, jasa-jasa, investasi yang bebas, terfasilitasinya pergerakan pelaku
usaha, pekerja professional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal
yang lebih bebas
6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di
ASEAN melalui bantuan dan kerjasama timbal balik
7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan
aturan hukum, dan memajukan, serta melindungi hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan fundamental dengan memperhatikan kewajiban dan
hak dari negara-negara anggota ASEAN
8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh,
segala bentuk ancaman, kejahatan lintas negara, dan tantangan lintas batas
36
9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan
lingkungan hidup di kawasan sumber daya alam yang berkelanjutan,
pelestarian warisan budaya, kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi;
10. Mengembangkan sumber daya manusia dengan kerja sama yang lebih erat
di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan
penguatan Komunitas ASEAN;
11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat
ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang
pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial dan keadilan;
12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan
terjamin bebas dari narkotika dan obat-obatan terlarang bagi rakyat
ASEAN;
13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya
seluruh lapisan masyarakat di dorong untuk berpartisipasi dalam dan
memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas
ASEAN;
14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih
tinggu akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan;
15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan
penggerak utama dalam berhubungan dan bekerja sama dengan para mitra
eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan dan inklusif.58
58
Piagam ASEAN 2007 diunduh melalui https:asean.org (terjemahan Indonesia)
37
ASEAN sebagai organisasi internasional yang sudah berdasar pada hukum
memiliki Piagam yang disebut Piagam ASEAN (ASEAN Charter) tahun 2007.
Piagam ASEAN adalah dokumen yang mengubah ASEAN dari sebuah asosiasi
menjadi sebuah organisasi yang memiliki dasar hukum yang kuat, dengan aturan
yang jelas, dan memiliki struktur organisasi yang efektif dan efisien.Piagam
ditandatangani pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007.59
Dalam
piagam ini juga tertuang mengenai struktur dan cara-cara yang mengatur upaya
penyelesaian sengketa wilayah negara anggota serta aturan dalam pengambilan
keputusan.
4.1.1 Struktur Organisasi
Piagam ASEAN mengakui sembilan kategori organ ASEAN, yaitu: KTT
ASEAN, Dewan koordinasi ASEAN (ACC), tiga Dewan masyarakat ASEAN
(yakni komunitas keamanan politik ASEAN, APSC; Masyarakat ekonomi
ASEAN, AEM; dan komunitas sosial budaya ASEAN, ASCC); 37 lembaga
Menteri dalam ASEAN; Komite perwakilan tetap untuk ASEAN (CPR);
Badan hak asasi manusia ASEAN (didirikan pada 2009 sebagai Komisi
Antarpemerintah ASEAN untuk hak asasi manusia, AICHR); Sekretaris
Jenderal ASEAN dan Sekretariat ASEAN; Sekretariat Nasional ASEAN; dan
Yayasan ASEAN.
Dalam hal ini berfokus pada lima organ Regional pertama karena mereka
berada di pusat konsultasi antarpemerintah yang ditujukan untuk mencari
konsensus. Penting untuk diingat bahwa hanya KTT yang diinvestasikan oleh
59
Ibid.Hal.19
38
Piagam ASEAN dengan kewenangan untuk memberikan bimbingan
kebijakan dan mengambil keputusan.60
Tugas utama dari empat organ
ASEAN yaitu ACC, Dewan masyarakat, badan-tubuh sektoral, dan CPR-
adalah untuk mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan keputusan
konferensi oleh pertemuan antarpemerintah di bawah lingkup mereka, dan
melaporkan kembali ke KTT.61
Dengan demikian, pertemuan tingkat Menteri Regional Tahunan
berevolusi dari satu (AMM tahunan) dalam 1967 menjadi tidak kurang dari
37 ASEAN sektoral. Panitia baru perwakilan tetap (CPR) memenuhi peran
yang mirip dengan Komite ASEAN, dan konsensus diperkuat sebagai satu-
satunya prosedur pengambilan keputusan. Piagam ini juga memperkuat peran
pemimpin dan Menteri luar negeri dalam mengelola urusan negara. Secara
khusus, yang terakhir adalah untuk memenuhi secara formal setidaknya lima
kali per tahun sebagai ACC, APSC, dan AMM.62
Meskipun tidak diatur secara eksplisit oleh Piagam ini, hubungan antara
KTT dan badan tingkat Menteri yang terlibat dalam pengambilan keputusan
tampaknya menjadi salah satu subordinasi, karena tugas utama yang terakhir
adalah untuk melaksanakan keputusan Konferensi dan melaporkan kembali
ke pemimpin mereka. Dewan ACC dan Community mengoordinasi kewajiban
pelaksanaan dan pelaporan, sedangkan CPR dan SOMs, diharapkan dapat
membantu seperlunya.
60
Charter of the association of Southeast Asian nations (ASEAN Charter). Singapore. Available
from http://www.asean.org/wp-content/uploads/2012/05/11.-October-2015-The-ASEAN-Charter-
18th-Reprint-Amended-updated-on-05_-April-2016-IJP.pdf diakses 4 agustus 2019 61
Ibid. 62
Ibid
39
Piagam ASEAN berjalan sejauh meminta Sekretaris Jenderal ASEAN
untuk memantau pelaksanaan perjanjian regional oleh negara anggota dan
melapor ke KTT setiap tahunnya.Ini menjadi sejarah bagi asosiasi bahwa
lembaga non-pemerintah bertugas dengan independen memantau pemerintah
anggota.Independensi dan/atau keandalan dari laporan ini namun harus
dipertimbangkan dengan cermat, mengingat bahwa Sekretaris Jenderal tidak
memiliki sumber daya dan kekuatan untuk memaksa pemerintah untuk
memberikan informasi dan/atau memverifikasi data yang tersedia.63
4.1.2 Mekanisme Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian Sengketa
Sebagai organisasi internasional, ASEAN menghadapi berbagai keadaan
dan situasi yang berhubungan dengan keanggotan maupun hubungan
eksternal.Kondisi seperti ini membuat ASEAN harus bijak dalam
menghadapi setiap situasi yang ada sehingga menghasilkan keputusan yang
baik. Mekanisme ASEAN dalam pengambilan keputusan yaitu dengan cara
musyawarah dan kesepakatan negara anggota ASEAN.64
Dalam pengambilan keputusan, ASEAN memiliki mekanisme
pengambilan keputusan. Piagam ASEAN pada Bab VII pasal 20,
dicantumkan bahwa :65
1) Sebagai prinsip dasar, pengambilan keputusan di ASEAN didasarkan pada
konsultasi dan konsensus.
63
The Brunei Times, 2014. ASEAN secretariat getting funds to raise staff salaries, melalui
http://www.bt.com.bn/news-national/2014/11/29/asean-secretariat-getting-funds-raise-staff-
salariesdiakses pada 4 agustus 2019 64
Https;//Asean.org diakses pada 24 mei 2019 65
Piagam ASEAN 2017 (terjemahan Indonesia)
40
2) Apabila konsensus tidak dapat dicapai, Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN dapat memutuskan bagaimana suatu keputusan tertentu dapat
diambil.
3) Tidak satu pun pada ayat 1 dan 2 dalam Pasal ini akan mempengaruhi
cara-cara pengambilan keputusan sebagaimana tertuang dalam instrumen-
instrumen hukum ASEAN yang relevan.
4) Dalam hal suatu pelanggaran serius terhadap Piagam atau ketidakpatuhan,
hal dimaksud wajib dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk
diputuskan.
Kelembagaan secara normatif akan berevolusi dan berfungsi sebagai
pendukung jaringan bagi elit pemerintahan.66
Dalam sebuah organisasi
internasional ada mekanisme pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan
untuk merespon segala hal yang mempengaruhi organisasi, hal tersebut juga
berlaku pada ASEAN. Para pengamat ASEAN berpendapat bahwa proses
pembuatan keputusan di ASEAN dapat digambarkan seperti praktik
musyawarah (konsultasi) dan mufakat (konsensus) yang dilakukan oleh suku
Melayu. 67
Praktik ini tidak mengganggu aturan umum dalam pengambilan
keputusan ASEAN yang dilakukan melalui kesepakatan, kerja sama yang
aman, dan perjanjian yang ditandatangai oleh negara yang meratifikasinya.
Keputusan konsensus dan konsultasi dilakukan antara pemerintahan.
Dalam sistem ini diharapkan untuk menyesuaikan sudut pandang mereka dan
66
A,Collins, 2007, Forming a security community: Lessons from ASEAN. International Relations
of the Asia-Pacific, 7: 203-225. DOI 10.1093/irap/lcl00 67
H.J Kim and P.P. Lee, 2011, The changing role of dialogue in the international relations of
Southeast Asia. Asian Survey, 51(5): 953-970. DOI 10.1525/as.2011.51.5.953.
41
pihak mayoritas tidak memaksakan kehendak pada minoritas.68
Musyawarah
dilakukan untuk menghindari hasil yang terpaksa dan memaksa. Terlepas dari
sentralitas proses pengambilan keputusan regional untuk menjelaskan
kerjasama ASEAN, gambaran berbagai prosedur formal dan informal,
konsekuensi yang berkaitan dengan aspek tertentu dalam sebuah kerjasama,
maupun peran dalam melayani kepentingan pemerintah kurang tergambar
jelas. Keragaman pandangan dan kepentingan di antara para elit yang
memerintah dan sengketa teritorial dan politik yang luar biasa, mengartikan
bahwa kerja sama hanya dapat berkembang pada cara yang aman dan
keputusan harus dilakukan melalui konsensus.69
Namun, mencapai konsensus tetap merupakan tugas yang menantang. Di
satu sisi, isu kontroversial perlu dibahas dan disimpan serta di cek dalam
rangka untuk mencegah mereka agar tidak meningkat dan mengganggu dialog
regional.70
Di sisi lain, diskusi publik tentang hal ini akan berbahaya dalam
dirinya sendiri, sebagai pemimpin akan memiliki insentif yang kuat untuk
bersikap secara garis keras memenuhi khalayak domestik.71
Para elit ASEAN
dengan demikian membuat jelas preferensi mereka untuk informalitas dan
diplomasi yang tenang dari awal asosiasi, dan tubuh regional berevolusi
untuk memfasilitasi konsensus dengan mendorong sosialisasi elit.
68
Ibid. 69
R. Severino, 2006,Southeast Asia in search of an ASEAN community: Insights from the former
ASEAN secretary-general, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. 70
R. Jetly, , 2003, Conflict management strategies in ASEAN: Perspectives for SAARC, Pacific
Review, 16(1): 53-76 71
J. Haacke, 2005, Enhanced interaction with Myanmar and the project of a security community:
Is ASEAN refining or breaking with its diplomatic and security culture?, Contemporary Southeast
Asia, 27(2): 188-216
42
Pembuatan keputusan berbasis konsensus memungkinkan setiap anggota
setiap saat untuk memveto usulan regional. Hal ini yang dipandang sebagai
ancaman terhadap kepentingan nasional. Ini tidak menyiratkan kebulatan
suara dan tidak melibatkan voting, karena tidak semua anggota perlu secara
eksplisit setuju dengan usulan di bawah diskusi. Namun, itu memerlukan
dukungan yang cukup untuk mendukung adopsi usulan (nomor tertentu tidak
disebutkan dalam dokumen ASEAN) dan bahwa tidak ada suara anggota
terhadapnya.72
Gambar 4.3 Siklus Pengambilan keputusan
Sumber : http://asean.org/.
Negara anggota bersedia mengesampingkan kepentingan jangka pendek
mereka untuk menjaga saham jangka panjang mereka dalam kelangsungan
hidup organisasi. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan ikatan
regionalyang selalu menjadi tantangan. Meskipun demikian, negara anggota
tetap saja merasa tidak aman berkaitan dengan kekuatan eksternal serta
72
Severino, Op.Cit
43
pemberontakan internal, yang menghasilkan persepsi diri yang umum
terhadap kerentanan.73
Keberagaman yang dimiliki negara anggota ASEAN tidak menjamin
tidak ada sengketa terjadi, sehingga dalam Piagam ASEAN diatur mekanisme
penyeleseaian sengketa. Mekanisme penyelesaian sengketa melibatkan
bentuk dan cara yang damai. Ada tiga bentuk cara yang dilakukan untuk
membantu dialog penyelesaian sengketa di ASEAN, yaitu jasa baik,
konsiliasi, dan mediasi. ASEAN memiliki mekanisme dalam penyelesaian
sengketa, yaitu:
1. Sengketa-sengketa yang terkait dengan instrumen-instrumen ASEAN
tertentu wajib diselesaikan melalui mekanisme-mekanisme dan prosedur-
prosedur seperti diatur dalam instrumen dimaksud.
2. Sengketa-sengketa yang tidak berkenaan dengan penafsiran atau
penerapan setiap instrumen ASEAN wajib diselesaikan secara damai
sesuai dengan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara
dan aturan-aturan pelaksanaannya.
3. Apabila secara khusus tidak ditentukan sebaliknya, sengketa-sengketa
yang berkenaan dengan penafsiran atau penerapan perjanjian-perjanjian
ekonomi ASEAN wajib diselesaikan sesuai dengan Protokol ASEAN
tentang Enhanced Dispute Settlement Mechanism.
4. Apabila suatu sengketa tetap tidak terselesaikan, setelah penerapan
ketentuan-ketentuan terdahulu dari Bab VII, maka sengketa wajib dirujuk
ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, untuk keputusannya.74
73
R.B.S Jhon., 1994, Preah vihear and the Cambodia-Thailand borderland. IBRU Boundary and
Security Bulletin, 1(4): 64-68.
44
Sejak pendirian ASEAN sebagai organisasi regionalisme negara-negara
Asia Tenggara, diharapkan dapat memaksimalkan penyelesaian sengketa
dengan cara damai. Ide regionalisme itu sendiri muncul dari kalangan
liberalis yang dituangkan dalam konsep liberal institusionalis, kata kunci
regionalisme adalah kerjasama, integrasi dan perdamaian. Konsep ini
melahirkan asumsi bahwa institusi regional menjadi syarat untuk
mewujudkan integrasi yang komperhensif dan mendatangkan perdamaian
kawasan. Berikut ini dapat dilihat gambaran mekanisme ASEAN dalam
penyelesaian sengketa yang digunakan sebagai rujukan oleh ASEAN dalam
merespon konflik antara Thailand dan Kamboja atas perebutan wilayah Kuil
Preah Vihear.
Gambar 4.4. Mekanisme ASEAN dalam penyelesaian sengketa
Sumber :diolah melalalui Piagam ASEAN 2007
74
Ibid.
Pasal 28
Mekanisme Piagam PBB 33ayat 1
Pasal 25
Mekanisme Arbitrase
Pasal 27
Mekanisme KTT
Piagam ASEAN 2007
BAB VIII Pasal 22-28
Pasal 22
Mekanisme I
1. Negosiasi
2. Dialog
3. Konsusltasi
Pasal 23
Mekanisme melalui jasa-jasa baik :
mediassi, konsiliasi
45
Negara anggota ASEAN yang terlibat dalam sengketa dengan sesama
negara anggota lainnya berhak meminta bantuan ASEAN melalui Ketua
ASEAN maupun Sekretaris Jenderal ASEAN.Pada saat terjadi konflik yang
menjadi Ketua ASEAN merupakan Indonesia. ASEAN berfungsi sebagai
pihak ketiga yang menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa sesuai
Piagam ASEAN yang dilakukan yaitu melalui (1) good offices/jasa-jasa baik,
di mana pihak ketiga diminta untuk membujuk negara yang bertikai agar mau
menegosiasikan penyelesaian secara damai; (2) konsiliasi, di mana pihak
ketiga mempertimbangkan semua elemen sengketa dan secara formal
mengajukan saran penyelesaian; dan (3) mediasi, di mana negara-negara yang
bertikai mengundang pihak ketiga untuk mempengaruhi persepsi atau
perilaku mereka, serta memberikan peran yang lebih aktif bagi pihak ketiga
dalam proses negosiasi.75
Apabila sengketa tidak selesai maka sengketa bisa
di bawa ke KTT ASEAN.
4.2 Gambaran Umum Konflik Sengketa Wilayah Kuil Preah Vihear
Kuil Preah Vihear merupakan struktur berbentuk segitiga yang terdiri dari
rangkaian bangunan, trotoar, dan tangga sepanjang 2.600 kaki sumbu dari Utara
ke Selatan.Beberapa arsitektur kuil diukir dari batu dengan berat lebih dari
sepuluh ton, yang mungkin diangkut oleh ribuan buruh menggunakan lembu dan
Gajah untuk memindahkan bahan besar.76
Preah Vihear ”- dalam bahasa
Thailand,“ Phra Viharn ”- berarti “ kuil suci ”.
75
Emilia Justyna Powell dan Krista E. Wiegand, 2009, “Legal Systems and Peaceful Attempts to
Resolve Territorial Disputes”, dalam Conflict Management and Peace Science Vol. 26(5), hal. 1-
22. 76
Bryan K. Wong, Maj, Usaf , 2017, Temple Wars:Cambodia’s Dispute Over Preah Vihear
Ownership And Its Effects On National Power,Hal.22
46
Kuil Preah Vihear adalah monumen Angkorianera yang terletak di provinsi
utara Preah Vihear, 400 km Utara Phnom Penh dan 140 km Barat Laut Angkor,
yang dekat dengan perbatasan Kamboja dengan Kerajaan Thailand. Kuil ini
bertengger di ujung Selatan Tanjung Batu setinggi 625 meter dari jajaran gunung
"Dangrek".77
Kompleks Preah Vihear memanjang hingga 800 meter, terletak di
ketinggian 547 meter di sebelah kemiringan yang curam dan dianggap sebagai
mahakarya arsitektur Khmer.78
Secara kultural dan historis bagi orang Kamboja, Kuil Preah Vihear
dipandang sebagai ikon kemegahan budaya dari Kerajaan Khmer Merah.Kuil
Preah Vihear melambangkan sejarah Kamboja yang berfungsi sebagai
representasi identitas nasional. Kuil Preah Vihear mencakup unsur-unsur agama
Hindu yang merupakan agama dari raja-raja Khmer pada saat itu.79
Berikut ini
merupakan gambar Kuil Preah Vihear :
Gambar 4.5 Kuil Preah Vihear
Sumber :https://www.bbc.com
Kedua negara memiliki pandangan berbeda mengenai peta wilayah Kuil Preah
Vihear. Adapun peta yang digunakan oleh Thailand sebagai alasan mengklaim
wilayah tersebut adalah sebagai berikut :
77
Council of Minister, 2008, The Temple of Preah Vihear, Kingdom of Cambodia 78
Martin Wagener, 2011, Journal of Current Southeast Asian Affairs3/2011: 27-59, 79
Bryan K. Wong, Hal.22, Op.Cit
47
Gambar 4.6 Peta wilayah Kuil Preah Vihear versi Thailand
Sumber:https://www.google.com/search?q=preah+vihear+temple+map+version+thailand&safe=st
rict&client
Konflik sengketa Kuil Preah Vihear melibatkan dua negara yaitu Thailand dan
Kamboja. Dua negara ini merupakan negara yang berdekatan dan berstatus
sebagai negara anggota di ASEAN. Negara Kamboja berbatasan dengan Negara
Laos di sebelah Utara, Negara Thailand di sebelah Barat, Negara Vietnam di
sebelah Timur, dan Laut Cina Selatan (Teluk Thailand) di sebelah Selatan juga
berbatasan langsung dengan Teluk Thailand,80
negara ini memiliki luas wilayah
182.00 km persegi.81
Sedangkan, Thailand berada di pusat daratan Asia Tenggara
yang berbatasan dengan Kamboja dan Laos di sebelah Timur, Myanmar di
sebelah Barat, dan Semenanjung Malaya dan Malaysia di sebelah Selatan dengan
luas wilayah 513.120 km persegi82
. Berikut ini merupakan gambar peta wilayah
batas Thailand dan Kamboja :
80
Michael Vickery,1986, Kampuchea : Politics, Economics, and Society, Sydney :Allen&UUnwin,
hal.1 81
Philippe Devilers, 1998, Sejarah Indo-China Modern, (terj. Ruhanas Harun), Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal.3 82
Profil negara Thailand, melalui https://www.geologinesia.com/2017/10/peta-dan-profil-negara-
thailand.htmldiakses pada 18 April 2019
48
Gambar 4.7 Peta Wilayah batas Thailand dan Kamboja
Sumber:https://www.google.com/search?q=Peta+Wilayah+batas+Thailand+dan+Kamboja&cl
ient=firefox-a&rls=org.mozilla:enUS
Negara Kampuchea (Kamboja) adalah negara pengganti dari Kerajaan Khmer
yang pernah berkuasa di Semenanjung Indocina pada abad ke-11 hingga abad ke-
14. Jumlah penduduknya lebih dari 14 juta jiwa yang sebagian besar memeluk
agama Budha Therawada yang berasal dari keurunan Khmer, ada juga yang
berasal dari keturunan Champa dan suku perbukitan lain83
Negara Kamboja
merupakan bekas jajahan Jepang dan Perancis.
Negara Thailand adalah negara berbentuk kerajaan yang terletak di kawasan
Asia Tenggara.Sebelumnya negara ini bernama Siam. Negara ini Bahasa resmi
yang digunakan adalah bahasa Thai dan mata uangnya Baht. Sebagian besar
penduduknya beragama Budha Therawada.84
Thailand merupakan satu-satunya
negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh orang Barat.
Pada waktu Perang Dunia II Thailand bersekutu dengan Jepang, tetapi pasca
Perang Dunia II Thailand bersekutu dengan Amerika Serikat.
Thailand dan Kamboja merupakan negara yang berbatasan secara langsung.
Kedua negara ini memiliki penduduk mayoritas beragama Budha Therawada
yang merupakan kesamaan kedua negara yang memiliki letak wilayah berdekatan,
83
Negara Kamboja http://www.google.mulia.web diakses pada 18 April 2019 84
Ibid
49
tetapi sangat berbeda mengenai histori negaranya. Thailand dan Kamboja
merupakan dua negara anggota ASEAN yang memiliki banyak kesamaan dalam
sistem pemerintahan dan agama. Kedua negara ini sama-sama menganut
mayoritas agama Budha dan memiliki sistem pemerintahan monarki absolut.
Namun, persamaan ini tidak membuat kedua negara terhindar dari konflik.
Sebaliknya, posisi geografis yang saling berdekatan dan budaya yang memiliki
kesamaan membuat kedua negara ini rentan akan konflik wilayah maupun konflik
lainnya.
Perselisihan Thailand dan Kamboja mengenai isu perbatasan Kuil Preah
Vihear bukan hanya terjadi pada tahun 2008 saja, tetapi sudah terjadi ketika
Perancis mengkolonialisasi Kamboja. Pada tahun 1959 ICJ menetapkan bahwa
pihak Siam telah memberikan persetujuannya secara diam-diam (aquiesence)
terhadap peta hasil survei pihak Perancis karena tidak pernah mengajukan
protes.85
Konflik yang terjadi antara Thailand dan Kamboja sebenarnya sudah
selesai oleh pihak ICJ ditahun 1962. Putusan yang dibuat oleh ICJ di tahun 1962
tersebut membuat kuil Preah Vihear termasuk kedalam kedaulatan Kamboja.
Selama beberapa tahun kedua negara tidak pernah lagi membahas konflik
sengketa ini.
Penobatan Kuil Preah Vihear sebagai warisan dunia oleh UNESCO
merupakan tahap baru untuk hubungan Thailand dan Kamboja mengenai isu
perbatasan. Pendaftaran Kuil Preah Vihear sebagai warisan dunia merupakan
representatif atas negara Kamboja atas sejarah dari Khmer Merah. Kemudian
inisiatif dari pendaftaran tersebut mendapat reaksi negatif dari pihak Thailand,
85
Ibid.
50
karena pada awalnya proses pendaftaran terjadi tanpa persetujuan dari Pemerintah
Thailand serta belum pernah dibicarakan sebelumnya. Kedua belah pihak baru
akan melakukan proses pembicaraan mengenai pendaftaran Kuil Preah Vihear
sebagai warisan dunia yang akan dilakukan pada April sampai dengan Juni
2008.86
Thailand menolak putusan UNESCO yang menobatkan Kuil Preah Vihear
sebagai warisan dunia dari Kamboja. Thailand menganggap bahwa kuil ini bukan
milik Kamboja saja, karena bukan hanya masyarakat Kamboja yang melakukan
ibadah di dalam Kuil Preah Vihear namun masyarakat Thailand yang hidup di
sekitar kuil ini juga beribadah di kuil tersebut. Selain itu, area pintu masuk kuil
terbuka ke utara dengan akses mudah dari Thailand, dan Thailand menganggap
bahwa itu dibangun sebagai situs ibadah untuk Thailand.87
Thailand meminta agar
UNESCO meninjau kembali keputusannya terkait penetapan Kuil Preah
Vihear.Namun, UNESCO menolak permintaan Thailand karena keputusan
tersebut sudah dianggap sah untuk menetapkan Kuil Preah Vihear masuk dalam
kedaulatan Kamboja.
Perselisihan meningkat ketika Thailand berpendapat Pemerintah Kamboja
menggunakan peta yang dibuat selama koloni Perancis di Kamboja di mana
penetapan yang didasarkan pada peta yang dibuat pada tahun 1904-1907 ini
dianggap tidak sah oleh Thailand karena peta ini hanya dibuat secara sepihak oleh
Perancis. Thailand beranggapan bahwa, apabila menggunakan garis DAS yang
benar dalam penetapan garis batas seharusnya Kuil Preah Vihear masuk ke dalam
daerah kedaulatan Thailand. Thailand juga menganggap kuil tersebut bukan milik
86
Wagener, hal.32, Op.cit 87
B. K. Wong,Op.Cit
51
Kamboja, karena wilayah tersebut dibuat tidak berdasarkan peta yang
sesungguhnya pada zaman kolonial Perancis.88
Kemudian, asumsi lain dari
Thailand juga beranggapan bahwa perginya Perancis dari Kamboja maka berakhir
pula perjanjian peta perbatasan yang dibuat semasa kolonial di tahun 1904-1907.89
Pada saat itu, garis batas melenceng dari garis DAS.90
Penyimpangan meliputi
seluruh tanjung di Pegunungan Dangrek termasuk daerah Kuil Preah Vihear.
Melalui status Kuil Preah Vihear sebagai warisan dunia, Kamboja akan
mendapat perhatian dunia internasional sehingga mendapatkan citra positif. Hal
ini dapat membantu untuk mempromosikan Kuil Preah Vihear sebagai warisan
dunia 2008 dan juga simbol budaya dan agama dari Kamboja. Bagi Thailand Kuil
Preah Vihear juga untuk mempomosikan nasionalisme, budaya dan agama yang
juga mendominasi di negaranya tersebut. Jadi hal ini yang membuat Thailand
merasa keberatan akan putusan UNESCO di tahun 2008. Wilayah Kuil ini
semakin diperebutkan oleh kedua negara karena diangap memiliki situs dan nilai
bersejarah serta sebagai tempat peribadatan bagi masyarakat sekitar baik Negara
Kamboja dan Negara Thailand.
Situasi antar negara mulai tidak stabil setelah Kuil Preah Vihear di nobatkan
sebagai warisan dunia tahun 2008. Pihak Kamboja menangkap tiga pengunjuk
rasa Thailand yang menyeberangi wilayah yang dipersengketakan. Pada tanggal
15 Juli 2008, pihak Kamboja mengklaim 40 tentara Thailand memasuki wilayah
88
Shadbolt, P. (2013, November 12). Thai villagers return after verdict on disputed Preah Vihear
temple., dari CNN:https://edition.cnn.com/2013/11/12/world/asia/thailand- cambodia-
temple/index.html Dikutip 20 April 2019 89
Dewi, R. (2013). Dispute Settlementofthe Thailand– Cambodia Border (Case:Dispute over
Preah Vihear Temple). 7th Berlin conference On Asian Security (BCAS) Territorial Issues in Asia
Drivers, Instruments, Ways Forward, SriftungWissenschaft und Politik German Instittute For
International and Acurity Affairs, Hal. 3-4 90
DAS merupakan daerah aliran sungai
52
Kamboja berada di sekitar wilayah Kuil Preah Vihear.91
Kemudian, pihak
Kamboja mulai menutup akses Thailand ke kuil Preah Vihear. Hal ini dilakukan
oleh pihak Kamboja tentunya untuk melindungi kedaulatan negaranya.
Kamboja mulai menempatkan militernya di wilayah Kuil Preah Vihear
sebagai bentuk peringatan kepada Thailand. Kemudian Thailand pun melakukan
hal yang sama. Tentara kedua negara mulai berjaga-jaga di sekitar wilayah Kuil
Preah Vihear. Diperkirakan Thailand dalam penempatan militernya di area kuil
Preah Vihear memiliki 2.000 tentara sedangkan Kamboja lebih dari 3.000
tentara92
. Akibatnya, hal ini memicu pertempuran pertama kali antara kedua
negara di sekitar wilayah Kuil Preah Vihear pada Oktober tahun 2008.
Perselisihan ini mengakibatkan situasi semakin tidak kondusif dan terjadi adu
baku tembak antar militer kedua negara. Pertempuran senjata terus berlanjut
hingga pada April 2009 yang menyebabkan dua tentara dari Thailand dan
Kamboja tewas dan beberapa lainnya terluka.93
Bentrokan militer kedua negara
terus terjadi lagi pada Januari 2010, April 2010, dan Juni 2010 yang pada saat itu
telah menewaskan sebanyak 8 tentara dari pihak Thailand. Kemudian antara 4 dan
7 Februari 2011 pertempuran senjata terjadi lagi yang menewaskan 2 tentara
Thailand, 1 masyarakat sipil dan 3 tentara Kamboja.94
Konflik perbatasan antara
kedua negara semakin jauh, pada April 2011 kabarnya militer dari kedua belah
91
Head, J., 2018, Political tensions driving temple row, dari BBC: http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-
pacific/7507425.stm Dikutip 09 April 2019 92
P. Chachavalpongpun , 2011, The necessity of enemies in Thailand troubled politics (The
Making of Political Otherness),Asian Survey, Vol.51 No.6 , Hal. 70 93
Wagener, hal.23, Op.cit 94
Bbc.ukhttps://www.bbc.com/indonesia/multimedia/2011/02/110205_thaicambphotos diakses
pada 9 maret 2019
53
pihak bentrok kembali di daerah perbatasan serta menewaskan 4 tentara Thailand
dan 3 dari tentara Kamboja.95
.
Perselisihan yang melibatkan gencatan senjata masing-masing negara
memberikan efek buruk. Akibat dari bentrokan yang terjadi oleh kedua negara
berdampak pada tewasnya tentara kedua belah pihak yang bersengketa serta
menewaskan masyarakat sipil, pengungsian manusia hingga penghancuran harta
benda dari masyarakat yang tinggal di sepanjang daerah perbatasan Kuil Preah
Vihear. Bentrokan tersebut juga mengakibatkan kerusakan material pada kuil
Preah Vihear. Kedua negara secara tidak langsung telah dirugikan dalam konflik
ini karena harus mengorbankan para tentaranya, memberi pengungsi bantuan
makan dan menyediakan tempat tinggal yang aman. Kedua negara saling
menyalahkan satu sama lain atas bentrokan yang terjadi di wilayah Kuil Preah
Vihear.
Pada tahun 2011 kedua negara masih terlibat adu baku tembak antar
militernya mendapat sehingga reaksi dari Organisasi Internasional. PBB meminta
kedua negara untuk menyelesaika perselisihan diantara keduanya. Ban Ki Moon
selaku sekretariat PBB pada saat itu optimis mengenai perdamaian antara
Thailand dan Kamboja. Bahkan pihak UNESCO juga mengirim utusan untuk
bertemu dengan Perdana Menteri dari Thailand dan Kamboja untuk
mendiskusikan pengamanan atas warisan dunia Kuil Preah Vihear dan meminta
agar kedua belah pihak harus menjaga kuil tersebut96
.
Kedua negara terlibat baku tembak dan menyebabkan korban tentara-tentara
kedua negara dan warga sipil. Konflik terus berlanjut hingga tahun 2011.Secara
95
Chachavalpongpun hal.73-74, Op.cit 96
Bryan K.Wong , Hal.24, Op.Cit
54
ringkas urutan kejadian konflik sengketa wilayah Kuil Preah Vihear dapat
ditampilkan melalui gambar bagan. Berikut ini merupakan gambar yang
menggambarkan secara ringkas urutan kejadian konflik sengketa wilayah Kuil
Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja mulai tahun 2008-2011 :
Gambar 4.8 Urutan Konflik
Sumber : dihimpun oleh penulis melalui sumber97
97
Savong Loch,Thai-Cambodian Relations: Case Study - Preah Vihear Temple,The University of
Cambodia, Phnom Penh, Cambodia; Chachavalpongpun,
2008
•3 Agustus, tentara Thailand dan tentara Kamboja terlibat baku tembak dan menyebabkan tentara Kamboja terluka.
•16 Agustus kedua negara berusaha menarik pasukan dan menyisakan sekitar 40 tentara untuk berjaga di masing-masing batas wilayah.
•3-6 Oktober, kontak senjata kembali terjadi menyebabkan dua pasukan Thailand terluka akibat ranjau tanah yang dituduh Thailand sebagai ulah dari Kamboja.
•15-16 oktober, tembakan terjadi dan menyebabkan tiga tentara kamboja dan satu tentara Thailand kehilangan nyawa. Kemudian kedua negara sepakat untuk bersama-sama melakukan patroli di daerah konflik setelah kasus tersebut.
2009•29 September, perdana menteri menyatakan ingin mencapai penyelesaian secara damai melalui JBC kedua negara. Namun pada tahun yang sama bulan desember, tentara kamboja meninggal setelah menginjak ranjau.
2010
•24 Januari, kedua negara bertukar sekitar 15 kilometer ke arah tenggara Kuil Preah Vihear, hal tersebut diklaim Kamboja sebagai perlindungan teritori kamboja
•9 Februari, Google berjanji untuk menggambarkan peta kuil setelah kamboja mengajukan keluhan jika hampir setengah wilayah tersebut diduduki oleh Thailand
•8 tentara tewas akibat baku temabk sepanjang tahun 2010
2011
•31 Januari , Thailand menuntut Kamboja melepaskan bendera yang terpasang di kuil karena masih diperebutkan. Kemudian kamboja melepaskanya.
•1 Februari , pengadilan kamboja menghukum dua tokoh Thailand yang berstatus nasionalis tingi yang diduga sebagai mata-mata masuk secara illegal
•4-7 Februari, kedua negara kembali melakukan kontak senjata dan menyebabkan 6 orang meninggal
•April 2011, 4 tentara Thailand dan 3 tentara Kamboja tewas akibat baku tembak
•8 Agustus, Hun Sen menulis kepada PBB berupa tuduhan terhadap Thailand mengancam menggunakan kekuatan militer, namun hal tersebut dibantah oleh Thailand
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada bagian akhir skripsi ini, penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan
yang dapat diambil, yaitu : ASEAN menerapkan Prinsip ASEAN Way dalam
tindakannya dengan tidak melakukan intervensi, mengupayakan cara-cara damai
melalui pertemuan bilateral dan trilateral, pembentukan JBC, penyelesaian
menggunakan mekanisme ASEAN (Piagam ASEAN) yaitu sebagai berikut:
1. ASEAN berperan sebagai instrumen.
ASEAN sebagai organisasi internasional bersikap sebagai instrumen untuk
mencapai kepentingan negara anggotanya. Pada tahun 2011, ASEAN
menjadi mediator bagi kedua negara atas kepercayaan negara berkonflik.
Dalam upaya mediasi, ASEAN memfasilitasi pertemuan-pertemuan yang
digelar. Hal ini untuk menengahi perbedaan pandangan kedua negara
ASEAN juga membantu proses pembentukan. ASEAN menjadi pihak
ketiga yang memberikan solusi dalam mempertimbangkan kepentingan
kedua belah pihak. Pada tahun 2012-2013, ASEAN menyiapkan pasukan
pemantau untuk mengawasi daerah berkonflik agar tidak terjadi baku
tembak di daerah perbatasan.
78
2. ASEAN berperan sebagai arena, mengenai hal ini ASEAN mewadahi
pertemuan-pertemuan formal dan informal kedua negara, serta
menggulirkan kembali perundingan JBC. Peran sebagai arena ditunjukkan
melalui pertemuan yang dilakukan pada Februari 2011 (Pertemuan antar
Menlu ASEAN), April 2011, Pertemuan dalam agenda JBC (Joint
Boundary Commite), Mei 2001, Pertemuan Trilateral.
3. ASEAN berperan sebagai aktor inependen. Tahun 2011, ASEAN
melibatkan diri dalam penyelesaian konflik secara langsung. ASEAN
bertindak tanpa adanya campur tangan kekuatan lain. Hal ini karena
ASEAN bertindak sebagai aktor independen yang berjalan tanpa adanya
campur tangan kekuatan asing dalam keputusan yang dilakukan. ASEAN
juga bersikap netral sebagai bentuk prinsip organisasi yang diterapkan.
Dibalik setiap peran yang dilakukan, kepentingan negara Thailand dan
Kamboja serta perbedaan pandangan kedua negara ini menjadi hambatan bagi
ASEAN. Berbagai tantangan dialami dalam setiap upaya yang dilakukan oleh
ASEAN.Hal tersebut berasal dari kedua negara yang berkonflik. Namun,
terlepas dari hambatan tersebut, ASEAN secara perlahan dapat menurunkan
intenitas konflik terhadap kedua negara. ASEAN menanamkan upaya-upaya
damai bagi kedua negara untuk menyelesaikan konflik.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dibuat oleh penulis dan
ditujukan kepada ASEAN sebagai organisasi internasional yaitu sebagai berikut :
79
1. ASEAN memiliki keterbatasan sebagai organisasi internasional, sehingga
perlu adanya tindakan tegas untuk dapat menunjukkan keberadaan ASEAN
secara langsung maupun tidak langsung.
2. ASEAN harus dapat menanamkan rasa saling percaya terhadap negara
anggotanya agar permasalahan regional ASEAN diselesaikan di tingkat
regional.
3. ASEAN dan negara anggota harus bekerja sama menyelaraskan tindakan
sesuai dengan Prinsip ASEAN Way.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Acharya,Amitav. (2001). Constructing a Security Community in SoutheastAsia:
ASEAN and the Problem of Regional Orde. London: Routledge
Ambarwaty. dkk. (2009). Hukum Humaniter Internasional dalam studi
Hubungan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Archer, Clive. (1983). International Organization. London: Allen and Unwin
Publisher
Bakry, Noor Ms. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Barkin, J.Samuel. (2013). International Organization: Theories and Institution.
Palgrave Macmilan
Council of Minister. (2008). The Temple of Preah Vihear. Kingdom of
Cambodia
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (DEPLU RI). (2011). Ayo Kita
Kenali ASEAN. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN
Edi, Yusuf, Adek Triana Yhudaswari. (2010). ASEAN Selayang Pandang,
Jakarta
Harnisch, Sebastian. (2011). Role Theory in International Relations:
Approaches and Analyses. New York: Routledge
Holsti, K. J. (1983) Politik internasional: Kerangka untuk Analisis. Edisi ke 4.
Diterjemahkan oleh : M. Tahir Azharv. Jakarta:Penerbit Airlangga
Marcedes, M. (1999). Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan
Power, Bandung: CV Abardin
Margono, Suyut. (2000). ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek
Hukum. Bogor: PT.Graha Indonesia
Mas’oed, Mohtar. Studi Hubungan Internasional :Tingkat Analisis dan
Teorisasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Moleong, Lexy J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Severino, R., 2006,Southeast Asia in search of an ASEAN community: Insights
from the former ASEAN secretary-general, Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies.
Strauss, D. Steven. (2002) World Conflicts. Alpha Books
Sutiyoso, Bambang. (2008). Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Yogyakarta: Gama Media
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2000).
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Vickery, Michael. (1986). Kampuchea : Politics, Economics, and Society,
Sydney: Allen&Unwin
Watson, Adam. (1984). The Dialogues Between States. London: Methuem
Jurnal dan Artikel
Abbot, Kennet W and Duncan Snidal. (1998). Why States Act Trough Formal
International Organization. The Journal of Conflict Resolution. Vol.42.
No.1
A,Collins, (2007), Forming a security community: Lessons from
ASEAN.International Relations of the Asia-Pacific, 7: 203-225. DOI
10.1093/irap/lcl00
Anthony, M.C, (1998), “Mechanisms of Dispute Settlement: The ASEAN
Experience,” Contemporary Southeast Asia, Vol. 20, No. 1
Chachavalpongpun, P. (2011). The necessity of enemies in Thailand troubled
politics (The Making of Political Otherness). Asian Survey. Vol.51 No.6
Dewi, R. (2013). Dispute Settlement of the Thailand– Cambodia Border
(Case:Dispute over Preah Vihear Temple). 7th Berlin conference On
Asian Security (BCAS) Territorial Issues in Asia Drivers, Instruments,
Ways Forward, SriftungWissenschaft und Politik German Instittute For
International and Acurity Affairs,
Devilers, Philippe. (1998). Sejarah Indo-China Modern, (terj. Ruhanas Harun),
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan
Malaysia
Emilia Justyna Powell dan Krista E. Wiegand, 2009, “Legal Systems and
Peaceful Attempts to Resolve Territorial Disputes”, dalam Conflict
Management and Peace Science Vol. 26(5), hal. 1-22.
Fuziatni, Yuli, Ichlasul Amal dan Dafri Agus Salim. (2004). ASEAN Security
Community (Latar Belakang Dan Prospek). Jurnal Sosiosains
H.J, Kim and P.P. Lee, (2011), The changing role of dialogue in the
international relations of Southeast Asia. Asian Survey, 51(5): 953-970.
DOI 10.1525/as.2011.51.5.953.
Irewati, Awani. (2014). Meninjau mekanisme penyelesaian sengketa
perbatasan di ASEAN. Jurnal politik. Vol.11. Jakarta
International Court of Justice, (2011). Request for Interpretation of The
Judgement of 15 June 1962 in The Case Concerning The Temple of Preah
Vihear (Cambodia vs Thailand)
J. Haacke, (2005), Enhanced interaction with Myanmar and the project of a
security community: Is ASEAN refining or breaking with its diplomatic
and security culture?, Contemporary Southeast Asia, 27(2): 188-216
Keohanne, Robbert O. dan Lisa Martin. (1995) The Promise Of Institutionalist
Theory, International Security. Vol.20 No.1
Khalid, Laila. The Thai-Cambodian Border Dispute, and the strength of
adjudication over negotiations.Negotiations and Conflict Resolution –
17POLS10I, British University Egypt
Khoo, Nicholas. (2004), Deconstructing the ASEAN Security Community :
Review Essay, Oxford University Press and Japan Association of
International Relation. International Relations of the Asia-Pasific
Michael, P. (2017). The Role of Preah Vihear in Hun Sen’s Nationalism
Politics 2008-2011: Journal of Current Southeast Asian Affairs
Russett, B., Oneal, J.R., and Davis, D.R, 1998, “The Third Leg of the Kantian
Tripod for Peace: International Organizations and Militarized Disputes,
1950–85,” International Organization, 52(2), 441–67. Shanks, C.,
Jacobson, H.K., and Kaplan, J.H. (1996): “Inertia and Change in the
Constellation of International Governmental Organizations, 1981–92,”
International Organization, 50(4),
R. Jetly, (2003), Conflict management strategies in ASEAN: Perspectives for
SAARC, Pacific Review, 16(1): 53-76
R.B.S Jhon., (1994), Preah vihear and the Cambodia-Thailand borderland.
IBRU Boundary and Security Bulletin, 1(4): 64-68.
Savong Loch,Thai-Cambodian Relations: Case Study - Preah Vihear Temple.
The University of Cambodia. Phnom Penh, Cambodia
Susetyo, Heru. (2008). Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif
Berperspektif Keamanan Manusia Dalam Kebijakan Keamanan Nasional
Indonesia, Vol. 6 No. 1, Jakarta
Wong, B.K, & Maj, Usaf. (2017), Temple Wars: Cambodia’s Dispute Over
Preah Vihear Ownership And Its Effects On National Power : Research
Report
Wagener, Martin (2011), Journal of Current Southeast Asian Affairs. 3/2011:
27-59
Website dan Berita
Bbc.uk :
https://www.bbc.com/indonesia/multimedia/2011/02/110205_thaicambphotos
diakses pada 9 maret 2019
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/07/110718thailandcambodiatemple
diakses pada 2 juni 2019
https://www.bbc.com/indonesia/olahraga/2011/04/110428_thailandcambodiatal
ks diakses pada 2 juni 2019
Charter of the association of Southeast Asian nations (ASEAN Charter).
Singapore. Available
from http://www.asean.org/wp-content/uploads/2012/05/11.-October-
2015-The-ASEAN-Charter-18th-Reprint-Amended-updated-on-05_-
April-2016-IJP.pdf diakses 4 agustus 2019
Head, J., 2018, Political tensions driving temple row., 2018, dari BBC:
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/7507425.stm dikutip 09 April 2019
History of ASEAN https;//asean.org
International Court of Justice, 2011, Request for Interpretation of the
Judgement of 15 June 1962 in the Case Concerning the Temple of Preah Vihear
Kamboja www.mfaic.gov.kh
Kompas,
https://internasional.kompas.com/read/2011/04/29/02503150/Indonesia.d
an.Konflik.Thailand-Kamboja.html?page=all diakses pada 28 April 2019
Konflik Perbatasan di Asia Tenggara, melalui https:/internasional.kompas.com
diakses pada 25 Maret 2019
Konflik thailand dan kamboja melalui https://news.detik.com/berita diakses
pada 25 maret 2018
Negara Kamboja melalui http://www.google.muliaNegara Kamboja.web
diakses pada 18 April 2019
Pemerintah RI Fasilitasi Pertemuan Thailand-Kamboja di Istana Bogor,
melalui https://nasional.tempo.co/read/326024/pemerintah-ri-fasilitasi-
pertemuan-thailand-kamboja-di-istana-bogor
Pengakuan UNESCO atas kuil Preah Vihear sebagai warisan dunia
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/02/110204cambodiathaifiree
xchange diakses pada 30 Oktober 2018
Pertemuan JBC https://nasional.tempo.co/read/326024/pemerintah-ri-fasilitasi-
pertemuan-thailand-kamboja-di-istana-bogor diakses pada 4 juni 2019
Putusan UNESCO melalui
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/02/110204cambodiathaifiree
xchange diakses pada 30 Oktober 2018
Profil negara Thailand melalui https://www.geologinesia.com/2017/10/peta-
dan-profil-negara-thailand.html diakses pada 18 April 2019
Shadbolt, P. Thai villagers return after verdict on disputed Preah Vihear
temple,melalui
CNN:https://edition.cnn.com/2013/11/12/world/asia/thailandcambodiate
mple/index.html Dikutip 20 April 2019
Thailand, Kamboja membuat kemajuan dalam sengketa perbatasan, melalui
http://www.cnn.com/2011/WORLD/asiapcf/05/08/asia.asean.summit/inde
x.html
The Brunei Times, 2014. ASEAN secretariat getting funds to raise staff
salaries, melalui http://www.bt.com.bn/news-national/2014/11/29/asean-
secretariat-getting-funds-raise-staff-salaries diakses pada 4 agustus 2019
Skripsi
Andriani, Roza. (2018). Efektifitas Asean Dalam Penyelesaian Konflik
Thailand Dan Kamboja. Skripsi:FISIP Universitas Riau
Anita. (2017). Peran Organisasi Regional dalam Penyelesaian Sengketa
Internasional. Skripsi: Universitas Sumatera Utara. Medan
Farida, Elfia. (2014). Penyelesaian Sengketa Perbatasan antara Thailand dan
Kamboja melalui mekanisme ASEAN. Universitas Diponegoro.
Semarang
Kristanto, Ari. (2009). Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Kamboja Dan
Thailand Mengenai Kuil Preah Vihear Oleh Asean. Kripsi : Universitas
Sebelas Maret.
Pical, Heri. (2009). Sengketa Teritorial Thailand-Kamboja atas Kepemilikan
Wilayah Kuil Preah Vihear. Skripsi Universitas Muhammadiyah.
Yogyakarta
Dokumen
Piagam ASEAN 2007( ASEAN Charter terjemahan Indonesia) diunduh melalui
http://asean.org
Treaty Assosiation Cooperation (TAC) terjemahan bahasa Indonesia diunduh
melalui http://asean.org