pengaruh consumer engagement dan brand advocacy …
TRANSCRIPT
PENGARUH CONSUMER ENGAGEMENT DAN BRAND
ADVOCACY DI MEDIA SOSIAL TERHADAP TINGKAT
BRAND LOYALTY GARNIER INDONESIA
(Studi Kuantitatif pada Pengikut Akun Instagram Garnier Indonesia tahun
2021)
Raden Muhammad Alfian, A.Md
Drs. Aryanto Budhy Sulihyantoro, M.Si
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
On these days, the development of the business world is getting faster and
faster, especially in the FMCG (Fast Moving Consumer Goods) industry, this
must also be accompanied by a marketing strategy where the brand must try to
make marketing messages easily accepted by consumers with various promotional
strategies and approach. One of the brand is Garnier Indonesia (under PT. L’Oreal
Indonesia) which moving on the beauty industry. Garnier has the excellence of
building brand loyalty to consumers, one of it is through social media which is
Instagram with consumer engagement and brand advocacy strategies.
The theory used in this study is the theory o relationship quality in
marketing communication which states that good relationsip quality will minimize
conflict and increase trust, commitment, and strengthen the relationship between
consumers and the company. Based on that, the researcher wants to know and
analyze the influence of consumer engagement (X1) brand advocacy (X2) through
Instagram on Garnier Indonesia’s brand loyalty (Y) in 2021.
This research uses quantitative methods with multiple linear regression
studies. The data got collected by using an electronic questionnaire using Google
Form where 100 samples were taken from the population of @GarnierIndonesia
Instagram followers, with the total of 311.902 (as per april 2021). The collected
data then got processed using the SPSS25 program by testing the hypothesis of
the independent variable on the dependent variable.
Keywords: Brand Advocacy, Brand Loyakty, Consumer Engagement.
Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin hari semakin berkembang
pesat, banyak bisnis telah memiliki berbagai macam strategi demi tercapainya
pertumbuhan konsumen. Seiring dengan kemajuan teknologi telekomunikasi,
banyak bisnis yang juga telah melebarkan sayapnya melalui strategi penggunaan
media komunikasi, salah satunya adalah media sosial. Hal tersebut dilakukan
demi bisnis tidak tertinggal oleh perkembangan zaman serta lebih dikenal oleh
masyarakat luas. Tentunya hampir semua perusahaan melakukan hal tersebut,
mengikuti perkembangan zaman sekarang ini, khususnya perkembangan zaman
dalam strategi pemasaran.
Komunikasi pemasaran sendiri tentunya tidak akan pernah luput dari sebuah
perusahaan, dimana perusahaan yang melalui brand miliknya berusaha untuk tetap
terjangkau dan menjangkau audiens, yang tentunya merupakan target pasar dari
brand tersebut, maka dari itu setiap bisnis tentunya membutuhkan komunikasi
pemasaran untuk menjangkau serta terjangkau oleh target pasar. Pemasaran di era
informasi sendiri adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran, yang
dimana keduanya tidak akan pernah bisa dipisahkan. Komunikasi sendiri tentunya
akan memiliki andil besar dalam hal ini, karena seluruh kegiatan pemasaran
tentunya melibatkan proses penyampaian pesan dari brand kepada audiens. Selain
itu juga strategi tersebut dilaksankan dengan tujuan consumer engagement.
Strategi dalam pemasaran digital suatu brand sendiri biasanya memiliki
tujuan untuk membuat konsumen terlibat secara langsung untuk berinteraksi
denganbrand, atau yang biasa disebut dengan consumer engagement, dimana
konsumen diharapkan untuk dapat berinteraksi secara langsung dengan brand
untuk mengetahui feed back terkait produk brand secara langsung. With it’s roots
in relationship marketing, consumer engagement offers a further enhancement of
the current theortizations around consumer and brand relationships (Fournier
dalam Thomas, 2015:2). Secara simpelnya, consumer engagement merupakan
strategi pemasaran dengan cara mengajak berinteraksi secara langsung dengan
konsumen yang diharapkan akan mendapatkan timbal balik. Tentunya kumpulan
feedback yang didapat dari konsumen bisa dijadikan sebagai evaluasi serta
menjadi salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesuksesan produk dari
brand tersebut selain angka penjualan.
Jika pelayanan suatu bisnis tergolong baik, maka secara tidak langsung
juga kita akan membuat konsumen menjadi brand advocator yang berdasar pada
pengalaman baik mereka sebagai konsumen. Central to discussions about brand
communities is the use of the terms “engage” and “engagement” to describe the
nature of participants’ specific interactions and/or interactive experiences. For
example in a pioneering article adressing the social influence of brand
communities (Algesheimer et al, 2005:19). Ketika mereka telah terikat secara
emosional dengan sebuah brand dan menjadi brand advocator, maka konsumen
akan mempromosikan produk tersebut kepada lingkungannya tanpa diminta oleh
brand, yang merupakan bagian dari brand advocacy. Sebagai pengertian
singkatnya, brand advocacy merupakan fase dimana konsumen mempromosikan
sebuah brand secara baik kepada para relasinya berdasarkan pengalaman. Brand
advocacy juga berkaitan erat dengan Word of Mouth, dimana konsumen akan
menceritakan tentang sebuah brand kepada orang terdekatnya berdasar pada
pengalamannya, namun cerita tentang suatu brand tersebut bisa menjadi cerita
positif jika pengalamannya baik, bisa juga negatif jika pengalaman dalam
memakai brand tersebut buruk.
Brand Loyalty atau loyalitas brand merupakan fase dimana konsumen telah
merasa terikat secara batin dan psikologis terhadap suatu brand yang dikarenakan
oleh pengalaman baik saat memakai produk/layanan dari brand tersebut, atau
secara singkatnya merupakan fase ketergantungan konsumen dengan brand secara
positif. Brands with high brand loyalty have enjoyed a certain degree of immunity
from price-based competition and brand switching (Dowling and Uncles dalam
Gommans et al, 2001:49). Brand loyalty dapat menjadi sebuah keuntungan bagi
perusahaan, dimana hal itu bisa menjadi salah satu indikator kesuksesan sebuah
brand di pasaran, karena ditunjukan dari kecintaan serta kesetiaan konsumen
terhadap brand.
Garnier Indonesia berusaha untuk memberikan yang terbaik serta
mengkomunikasikan segala hal kepada konsumen agar hubungan antar brand dan
konsumen tetap terjaga dengan baik. Melalui laman media sosialnya di Instagram
dan Twitter @garnierindonesia, serta Facebook dan Youtube “Garnier Indonesia”,
Garnier terus berusaha untuk menerima masukan-masukan dari para konsumen,
memberikan penghargaan bagi para konsumen berupa giveaway produk, serta
juga mengatasi after-sales support bagi yang memiliki beberapa masalah berkaitan
dengan Garnier. Proses consumer engagement dan brand advocacy yang
diusahakan oleh Garnier Idndonesia di laman media sosialnya terutama Instagram,
merupakan langkah awal untuk mencapai sebuah tahap dimana para konsumen
berada di fase brand loyalty yang dimana para konsumen akan menjadi konsumen
setia sekaligus berjasa dalam eksistensi Garnier.
Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada dasarnya dimaksudkan untuk membatasi masalah
yang akan diteliti, sehingga dapat tersusun secara jelas dan sistematis. Pembatasan
ini pula dimaksud pula untuk menetapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
memecahkannya. Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh strategi consumer engagement di media sosial
Instagram terhadap tingkat brand loyalty Garnier Indonesia?
2. Bagaimanakah pengaruh strategi brand advocacy di media sosial
Instagram terhadap tingkat brand loyalty Garnier Indonesia?
Kerangka Teori
1. Komunikasi Pemasaran dan Relationship Quality
a. Komunikasi Pemasaran
Komunikasi sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yang sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing serta berdasarkan pada luasnya jangkauan
yang dipilih. Menurut DeVito dalam Cangara (2014:33), komunikasi terbagi
menjadi empat macam, yakni Komunikasi Antar Pribadi, Komunikasi
Kelompok Kecil, Komunikasi Publik, dan Komunikasi Massa. Setiap jenis
memiliki turunannya masing-masing sesuai dengan tujuan penyampaian
pesannya serta target audiensnya.
Pada penelitian ini, jenis komunikasi yang digunakan oleh perusahaan
adalah komunikasi massa, dimana perusahaan berusaha untuk
menyampaikan pesan promosional untuk mempromosikan produk/servis
yang dijual oleh perusahaan serta juga untuk menjaga komunikasi dengan
konsumen lama, selain itu juga dikarenakan oleh taarget audiensnya yang
tergolong luas, mengikuti variabel yang akan dibahas seperti consumer
engagement, brand advocacy, dan brand loyalty. Jelasnya ketiga variabel
tersebut akan dibahas di bagian perilaku konsumen.
b. Relationship Quality
Relationship quality atau bisa disebut sebagai kualitas hubungan
merupakan teori di bidang hubungan pemasaran yang memiliki tujuan untuk
memperkuat hubungan yang sudah kuat serta mengonversi konsumen
menjadi lebih loyal. Biasanya untuk memelihara hubungan tersebut
dilakukan berbagai cara seperti menjaga kualitas hubungan, memelihara,
serta meningkatkan hubungan dengan konsumen. Menurut J. Broc Smith
dalam Mowen dan Minor (2002), relationship quality berkaitan dengan hal-
hal yang mencakup masalah konflik, kepercayaan, komitmen, dan
kesinambungan hubungan di masa mendatang. Kualitas hubungan yang baik
akan menurunkan level konflik dan sebaliknya memperbesar kepercayaan,
komitmen, berlanjutnya hubungan jangka panjang dan kelanjutan investasi.
Menurut Lovelock, Patterson, dan Walker dalam Huang (2012),
membangun hubungan dengan pelanggan oleh beberapa faktor seperti
kepercayaan, kepuasan, persepsi nilai, komunikasi, dan ikatan
sosial/persahabatan.
2. Perilaku Konsumen
a. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen seringkali menjadi sebuah bahasan yang menarik,
entah dari sudut pandang konsumen atau dari sudut pandang brand. Perilaku
konsumen sendiri erat dengan bagaimana konsumen bersikap terhadap suatu
produk atau layanan jasa. Menurut Engel et al dalam Sutisnas (2001:3),
perilaku konsumen merupakan sebuah tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa,
termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Berdasarkan
pada teori tersebut, perilaku konsumen sendiri dasarnya memiliki berbagai
macam bagian, yang tentunya semuanya berhubungan dengan produk dan
jasa.
Pada penelitian ini, akan lebih difokuskan kepada bagaimana strategi
yang digunakan oleh Garnier Indonesia untuk meningkatkan brand loyalty
para konsumen dan bagaimana dampak yang dirasakan oleh konsumen.
b. Hubungan Consumer Engagement dan Brand Advocacy terhadap Brand
Loyalty
Ketika kita berbicara mengenai strategi pemasaran, tentunya tidak akan
terlepas dari strategi melibatkan konsumen (consumer engagement) yang
bertujuan agar konsumen merasa dihargai dan diakui. Ketika konsumen
telah merasa dihargai, maka jika konsumen merasa pengalamannya baik
dalam menggunakan sebuah merek, mereka akan mulai bercerita dan
merekomendasikan merek tersebut, hal tersebutlah yang disebut dengan
brand advocacy. Ketika sudah berada di tahap brand advocacy, konsumen
akan menjadi setia kepada brand selama belum menemukan yang lebih baik,
tak perduli dengan harga, asalkan produk merek tersebut kualitasnya selalu
baik dan tidak mengecewakan, tahap tersebutlah yang disebut brand loyalty
atau loyalitas brand.
Menurut France et al dalam Moreira et al (2019:3), through interactive
brand experiences beyond purchase and enduring psychological connection,
consumer brand engagement leads to intense relational bonds with a brand,
which consumers may wish to susatain in the future through loyalty
intentions such as repatronage and advocacy. As such the commitment and
connection of the highly engaged customer is expected to be influential in
their loyalty behavior. However, through consumer brand engagement is
expected to predict brand loyaly and to generate increased brand intention.
Singkatnya bahwa ketika konsumen telah dilibatkan dalam kegiatan brand,
maka akan terbentuk hubungan yang kuat dengan brand, yang dimana
diharapkan bisa mencapai loyalitas dan retensi brand melalui advokasi dan
intensi positif.
c. Consumer Engagement
Menurut Vivek et al (2014:124), consumer engagement is a broadened
relationship marketing domain that the firm’s focus is on existing and
prospective customers, as well as consumer communities and their
organizational value co-creative networks. As such, the consumer
engagement concept centers on specific interactive consumer experiences.
Berdasarkan pada teori tersebut, consumer engagement sendiri pada
dasarnya adalah cara brand dalam menjaga hubungan dengan konsumen
lama serta untuk menjangkau calon konsumen, begitu juga dengan
komunitas konsumen.
Consumer engagement sendiri pada dasarnya juga melibatkan tentamg
proses psikologis dari konsumen maupun calon konsumen dengan model
penyampaian yang interaktif. Menurut Bowden dalam Brodie et al
(2013:106), customer engagement is a psychological process comprising
cognitive and emotinal aspects. Specifically the author examines the
differences in the engagement of new, as opposed to existing, customers.
Berdasarkan teori tersebut, psikologis yang bersangkutan dengan consumer
engagement sendiri adalah aspek kognitif serta aspek emosional dari
konsumen, dimana ketika konsumen memiliki pengalaman baik serta
kenangan yang baik dengan suatu brand, maka mereka telah terikat secara
psikologis dengan brand tersebut.
d. Brand Advocacy
Salah satu cara dalam meningkatkan brand awareness adalah dengan
brand advocacy, dimana dalam brand advocacy biasanya yang berperan
dalam hal ini adalah para konsumen setia brand serta juga bisa dibantu oleh
para influencer maupun brand ambassador dalam mempromosikan brand.
Menurut Keller dalam Kemp et al (2012:510), brand advocacy is a
favorable communication about a brand from consumers that can accelerate
new product acceptance and adoption. Secara singkatnya brand advocacy
adalah cara penyampaian mengenai brand dari konsumen untuk
mempermudah penerimaan produk baru.
Ketika konsumen telah menjadi brand advocator, hal tersebut
merupakan sebuah fase yang sangat baik dan positif untuk pihak brand,
karena biasanya lebih efektif dibanding strategi marketing lainnya
berdasarkan pada kredibilitas informasi yang dikeluarkan. Menurut Herr et
al dalam Kemp at al (2012:510), brand advocacy can be the most influential
source of information for the purchase of some products because it is
perceived as originating from a less biased source. Brand advocacy juga
lekat dengan salah satu jenis marketing, yaitu word of mouth (WOM)
marketing yang masuk ke dalam bagian referral marketing. Word of mouth
marketing memiliki efektifitas lebih baik dari strategi marketing lainnya
dalam meningkatkan brand awareness. Menurut Sheth dalam Buttle
(2011:242), WOM was more important than advertising in raising
awareness of an iinovation and in securing the decision to try the product.
Pada dasarnya WOM lebih efektif dalam pengambilan keputusan seseorang
untuk tertarik/tidak pada sebuah produk.
e. Brand Loyalty
Pada fase brand loyalty, pihak brand bukan lagi berbicara tentang
promosi, namun tentang bagaimana brand harus bisa menjaga loyalitas para
konsumen dengan berbagai macam cara. Menurut Giddens dalam Farrah et
al (2005:288), loyalitas merek (brand loyalty) adalah pilihan yang dilakukan
konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain
dalam satu kategori produk. Secara singkatnya, konsumen lebih memilih
setia kepada satu merek produk saja selama merek tersebut masih sesuai
dengan kebutuhan konsumen. Menurut Oliver dalam Gommans et al
(2001:44), brand loyalty is a deeply held commitment to rebuy or
repatronize a preferred product/service consistently in the future, thereby
causing repetitive same-brand or same-brand set purchasing, despite
situational influences and marketing efforts having the potential to cause
swithing behavior. Berdasarkan pada teori tersebut, maka fase ini dapat
dibilang merupakan tahap paling akhir dari pemasaran.
Strategi dalam menjaga loyalitas pelanggan dalam brand loyalty sendiri
tergolong cukup banyak dan cukup rumit, namun tentunya semua hal
tersebut dilakukan demi konsumen dan brand tentunya. Menurut Reichfeld
dalam Gommans et al (2011:43), in traditional consumer marketing, the
advantages enjoyed by a brand with strong customer loyalty include ability
to maintain premium pricing, greater bargaining poer with channels of
disribution, reduced selling costs, a strong barrier to potential new entries
into the product/service category, and synergistic advantages of brand
extensions to related product/service categories. Secara singkat, dalam
pemasaran konsumen tradisional dengan konsumen setia, brand akan
merasakan keuntungan dengan bisa menjaga harga premium sesuai kualitas
produk serta memiliki kesempatan untuk memperluas produk lain dengan
brand yang sama.
3. Media Sosial
a. Pengertian Media Sosial
Media sosial digunakan dalam berbagai hal, bisa dari hal personal bahkan
hingga profesional. Fokus pada penelitian ini, media sosial dimanfaatkan
sebagai sarana untuk profesional di bidang promosional oleh brand.
Menurut Boyd dalam Nasrullah (2015:11), media sosial merupakan
kumpulan perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun
komunitas untuk berkumpul, berbagi,berkomunikasi, dan dalam kasus
tertentu saling berkolaborasi atau bermain.
Media sosial sendiri dimanfaatkan oleh banyak brand sebagai sebuah
sarana promosi yang tergolong murah dan mudah, tentunya dengan
jangkauan yang sangat luas. Ketika brand sudah membuat akun media
sosial, otomatis akan terbentuk sebuah komunitas digital yang berupa
kumpulan konsumen maupun calon konsumen brand tersebut.
b. Komunitas Digital Brand
Ketika media sosial sebuah brand terbentuk, disitu otamatis juga
terbentuk komunitas digital brand yang dimana mereka akan terlibat secara
langsung di lama media sosial brand, entah untuk berbagi pengalaman,
komplain, dan hal lainnya. Menurut De Valck et al dalam Brodie et al
(2013:105), virtual brand community is a specialized, non-geographically
bound, online community, based on social communications and relationships
among a brand’s consumers”.
Komunitas virtual brand tidak terbatas secara geografi, karena jangkauan
media sosial yang juga luas. Hal tersebut membuat komunitas virtual brand
memiliki data diri yang beragam.
Komunitas virtual brand sendiri sangatlah penting bagi sebuah brand,
karena mereka akan sangat membantu brand dalam mendapat masukan, saran,
dan tanggapan yang tentunya akan digunakan untuk mengukur keberhasilan
brand tersebut.
Metodologi Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan untuk menemukan atau membuktikan
sebuah fenomena yang dilakukan dengan metode ilmiah. Pada penelitian ini
digunakan penelitian kuantitatif yang dimana akan meneliti pengaruh dari strategi
consumer engagement dan brand advocacy di media sosial Instagram terhadap
tingkat brand loyalty Garnier Indonesia. Menurut Sugiyono dalam Widiasworo
(2019:31), metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai sebagai metode
penelitian yang berlandaskan filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
populasi atau sampel tertentu. Metode penelitian kuantitatif disebut juga sebagai
metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah
ilmiah yaitu konkret, empiris, objektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode
ini juga disebut kuantitatif karena melibatka angka-angka dan teknik analisis yang
menggunakan statistik.
Populasi Penelitian
Populasi adalah semua anggota dari objek yang ingin kita ketahui isinya
(Eriyanto, 2011:109). Pada penelitian ini populasi yang akan diteliti adalah
konsumen Garnier Indonesia dengan syarat sebagai berikut:
1. Konsumen produk Garnier
2. Followers Instagram @GarnierIndonesia
Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya akan diteliti
dalam sebuah penelitian untuk kemudian digali informasinya sebagai sumber data
penelitian (Eriyanto, 2011:109). Sampel yang akan diteliti adalah konsumen
Garnier Indonesia yang mengikuti akun Instagram @GarnierIndonesia.
Menurut Sugiyono dalam Widiasworo (2019:151), teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling. Teknik
pengambilan di mana semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk
dijadikan sampel, sesuai dengan proporsinya, banyak sedikit popoulasi. Dalam
penelitian ini, jumlah populasi yang merupakan jumlah pengikut akun Instagram
@garnierindonesia berjumlah 311.902 (per 8 April 2021).
Dalam perhitungan untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus
Slovin Umar (2000) dalam Sani dan Maharani (2013: 181) yaitu sebagai berikut:
n = N
N e2 + 1
Dengan keterangan:
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
e : kelonggaran ketidaktelitian atau batas ketelitian yang diingkan, misalnya
5%. Batas kesalahan yang ditolerir ini untuk setiap penelitian tidak sama, ada
yang 5% atau 10%. Namun, dalam penelitian ini digunakan batas ketelitian 10%
Jadi, jumlah sampel yang ditentukan adalah sebagai berikut:
N = 311.902
311.902 (0,1)
2 + 1
N = 311.902
3120,02
N = 99,96
Maka berdasarkan pada perhitungan di atas, diperoleh jumlah sampel
dengan hasil yang dibulatkan yaitu sejumlah 100 responden.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random
sampling, dimana semua konsumen Garnier Indonesia yang mengikuti akun
Instagram @GarnierIndonesia memiliki kesempatan yang sama dalam menjadi
sampel penelitian.
Sajian dan Analisis Data
1. Nilai Statisik Deskriptif
Tabel 1.1
Deskriptif Statistics
Sumber : Hasil Output SPSS25, diolah 2021
a. Consumer Engagement
Tabel I.2
Kategorisasi Variabel Consumer Engagement
Kategori Interval Skor Frekuensi
(Orang)
Presentase
Tinggi X ≥ 45,283 19 19%
Sedang 34,647 ≤ X <
45,283
72 72%
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Consumer
Engagement
100 27 50 39,96 5,323
Brand
Advocacy
100 24 50 39,78 5,663
Brand Loyalty 100 27 50 40,71 5,900
Valid N 100
Rendah X < 34,647 9 9%
Jumlah 100 100%
Hasil uji deskriptif pada variabel Consumer Engagement menunjukan
hasil bahwa diperoleh skor terendah (Minimum) sebesar 27 dan skor
tertinggi (Maximum) sebesar 50, sedangkan untuk rata-rata (Mean) yang
diperoleh sebesar 39,96 dengan standar deviasi (STD) sebesar 5,323
menggunakan skala likert 1 – 5 dengan total 10 pertanyaan. Data tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar rsponden memberikan peneliaian
kategori sedang pada variabel consumer engagement, sehingga dapat
disimpulkan bahwa konsumen Garnier Indonesia menanggap bahwa strategi
consumer engagement Garnier Indonesia melalui media sosial Instagram
pada tahun 2021 bisa dibilang cukup baik meskipun belum dapat dibilang
sangat baik.
b. Brand Advocacy
Tabel I.III
Kategorisasi Variabel Brand Advocacy
Kategori Interval Skor Frekuensi
(Orang)
Presentase
Tinggi X ≥ 45,443 17 17%
Sedang 34,117 ≤ X < 45,443 67 67%
Rendah X < 34,117 16 16%
Jumlah 100 100%
Hasil uji deskriptif pada variabel brand advocacy menunjukan hasil
bahwa diperoleh skor terendah (Minimum) sebesar 24 dan tertinggi
(Maximum) sebesar 50, sedangkan untuk rata-rata (Mean) yang diperoleh
sebesar 39,78 dengan standar deviasi (STD) sebesar 5,663. Selanjutnya data
brand advocacy dikategorikan dengan menggunakan skor skala Likert
dengan total 10 pertanyaan. Data tersebut menunjukan bahwa sebagian
besar responden memberikan penilaian kategori sedang pada variabel brand
advocacy sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumen Garnier Indonesia
menganggap bahwa strategi advokasi brand Garnier Indonesia melalui
media sosial Instagram pada tahun 2021 sudah cukup baik.
c. Brand Loyalty
Tabel I.IV
Kategorisasi Variabel Brand Loyalty
Kategori Interval Skor Frekuensi
(Orang)
Presentase
Tinggi X ≥ 46,61 20 20%
Sedang 34,81 ≤ X < 46,61 65 65%
Rendah X < 34,81 15 15%
Jumlah 100 100%
Hasil uji deskriptif pada variabel brand loyalty menunjukan hasil
bahwa diperoleh skor terendah (Minimum) sebesar 27 dan tertinggi
(Maximum) sebesar 50, sedangkan untuk rata-rata (Mean) yang diperoleh
sebesar 40,71 dengan standar deviasi (STD) sebesar 5,900. Selanjutnya data
brand loyalty dikategorikan menggunakan skor skala Likert dengan total 11
pertanyaan. Data tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden
memberikan penilaian kategori sedang pada variabel brand loyalty,
sehingga dapat disimpulkan bahwa para konsumen Garnier Indonesia
menganggap bahwa tingkat loyalitas brand melalui strategi melalui media
sosial Instagram pada tahun 2021 sudah cukup baik.
2. Uji Multikolinieritas
Hasil uji multikolinieritas yang telah didapatkan dari olahan data primer
menggunakan program SPSS25 adalah sebagai berikut:
Tabel I.V
Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: Output Data SPSS25, diolah tahun 2021
Hasil dari uji multikolinieritas yang tertera di tabel IV.11 menunjukan
bahwa nilai Tolerance dan Inflation Factor (VIF) secara keseluruhan adalah
0,431 > 0,1 dan 2,319 < 10. Dapat disimpulkan berdasarkan dari data tersebut
bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruhi dari consumer
engagement dan brand advocacy di media sosial terhadap tingkat brand loyalty
Garnier Indonesia pada tahun 2021.
Tabel I.VI
Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda
Sumber: Output Data SPSS25, diolah tahun 2021
Data output yang didapat kemudian dimasukan ke dalam rumus
persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 2,359 + 0,436 X1 + 0,526 X2
1) Nilai konstata sebesar 2,359 maka dapat diartikan bahwa consumer
engagement dan brand loyalty nilainya adalah 0, maka brand loyalty akan
meningkat sebesar 2,359.
2) Nilai koefisien regresi pada variabel consumer engagement (X1) bernilai
positif, yaitu sebesar 0,436 yang berarti setiap perubahan variabel sebesar
satu satuan dapat mengakibatkan perubahan brand loyalty sebesar 0,436
satuan, sedangkan brand advocacy dianggap konstan. Peningkatan satu
satuan pada variabel consumer engagement akan meningkatkan brand
loyalty sebesar 0,436 , sebaliknya untuk penurunan satuan pada variabel
consumer engagement akan menurunkan brand loyalty sebesar 0,436
satuan.
3) Nilai koefisien regresi pada variabel brand advocacy (X2) bernilai positif,
yaitu sebesar 0,526 yang berarti setiap perubahan variabel sebesar satu
satuan dapat mengakibatkan perubahan brand loyalty sebesar 0,526,
sedangkan consumer engagement dianggap konstan. Peningkatan satu
satuan pada variabel brand advocacy akan menurunkan brand loyalty
sebesar 0,526 satuan.
4. Pengujian Hipotesis
a. Uji t
Uji t biasanya juga disebut sebagai uji secara parsial, karena uji ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang disumbangkan
dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Kriteria ketentuan pada uji t sendiri yaitu dengan melihat signifikansi
taraf 5% (0,05). Nilai t tabel diperoleh dari rumus df = n – k – 1 = 100 – 2 –
1 = 97. Kemudian Nilai t tabel = t (α/2 ; df) = t (0.05/2 ; 97) = t (0.025 ; 97)
maka dapat dilihat t tabelnya sebesar 1,984. Jika nilai signifikansi < 0,05 ,
maka Ha diterima, dan sebaliknya. Apabila t hitung > t tabel maka Ha
diterima dan sebaliknya. Berikut hasil uji t yang diperoleh oleh peneliti
menggunakan program SPSS25:
Tabel I.VII
Hasil Uji t
Sumber: Output Data SPSS25, diolah tahun 2021
Berdasarkan hasil uji t pada tabel IV.13 maka dapat diketahui sebagai
berikut:
a) Hipotesis Variabel Consumer Engagement (X1)
Ho : consumer engagement tidak berpengaruh terhadap brand loyalty
Ha : consumer engagement berpengaruh terhadap brand loyalty
Hasil tabel tersebut menunjukan bahwa t hitung dari variabel
consumer engagement (X1) yaitu 4,722, maka t hitung > t tabel, serta
signifikasi sebesar 0.000, maka signifikasi < 0,05. Sehingga Ha diterima,
dan Ho ditolak yang artinya consumer engagement (X1) secara parsial
berpengaruh terhadap brand loyalty (Y).
b) Hipotesis Variabel Brand Advocacy (X2)
Ho : brand advocacy tidak berpengaruh terhadap brand loyalty
Ha : brand advocacy berpengaruh terhadap brand loyalty
Hasil tabel menunjukan bahwa diketahuo t hitung dari variabel brand
advocacy yaitu 6,053, yang berarti t hitung > t tabel, serta signifikasi sebesar
0,000, maka signifikasi < 0,05. Sehingga Ha diterima, dan Ho ditolak yang
artinya brand advocacy secara parsial berpengaruh terhadap brand loyalty
(Y).
b. Uji f
Tabel IV.14
Hasil Uji F
Sumber : Output Data SPSS25, diolah tahun 2021
Ho: β1 = β2 = β3 = 0 variabel independen X (consumer engagement dan
brand advocacy) secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen Y (brand loyalty)
Ha: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0 variabel dependen X (consumer engagement dan brand
advocacy) secara simultan bepengaruh terhadap variabel dependen Y (brand
loyalty)
Berdasarkan pada hasil uji f pada tabel IV.14, maka dapat diketahui
bahwa nilai f hitung yaitu 118,352. Apabila f tabel sebesar 3,09, maka f
hitung > f tabel. Sedangkan nilai signifikasi sebesar 0,000, maka signifikasi
0,000 < 0,005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho
ditolak, yang artinya consumer engagement dan brand advocacy secara
simultan berpengaruh terhadap brand loyalty (Y).
5. Koefisien Determinasi
Tabel IV.15
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber: Output Data SPSS25, diolah tahun 2021
Berdasarkan pada hasil uji koefisien determinasi pada tabel di atas
(Tabel IV.15), maka dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi Adjusted R
Square adalah sebesar 0,709. Sehingga hasil perhitungan dari Adjusted R
Square dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari consumer engagement (X1)
dan brand advocacy (X2) mampu menjelaskan variasi perubahan brand loyalty
(Y) pada para konsumen Garnier Indonesia, terutama yang mengikuti akun
Instagram @GarnierIndonesia pengaruhnya sebesar 70.9%. Sedangkan sisanya
29.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Algesheimer, R. Dholakia, U.M. dan Herrmann, A. (2005). The Social Influence
of Brand Community: Evidence from European Car Clubs. Journal of
Marketing. 69 (3): 19-34
Brodie, RJ. Ilic, A. Juric, B. Dan Hollebeek, L. Consumer Engagement in a
Virtual Brand Community: An exploratory analysis. University of Auckland
Journal. 66(1): 105-114.
Buttle, Francis A. (2011). Word of mouth: understanding and managing referral
marketing. Journal of Strategic Marketing. Machester Business School.
6(3): 241 – 254.
Cangara, H. (2015). Pengantar Ilmu Komunikasi. Depok : Raja Grafindo Persada.
Dowling, G. Dan Uncles, M. (1997). Do Customer Loyalty Programs Really
Work?. Sloan Management Review. 38(4): 71-83.
Eriyanto. (2011). Analisis Isi : Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenadamedia Group.
Farrah, Z. Strategi Perluasan Merek dan Loyalitas Konsumen. Airlangga: 7(3):
22-27.
Fournier, S. Dan Lee, L. (2009). Getting Brand Communities Right. Harvard
Business Review 87(4): 105-112.
Gommans, M. Krishnan, KS. Scheffold, KB. (2001). From Brand Loyalty to E-
Loyalty: A Conceptual Framework. Journal of Economic an Social
Research. 3(10: 43-58.
Huang, Ching-Hsu. (2012). The Impact of Relationship Quality on Customer
Loyalty. Journal of Contemporary Management. 1(1): 53-68.
Kemp, E. Childers, CY. Williams, KH. (2012). Place Branding: Creating Self-
Brand Connections and Brand Advocacy. Journal of Product & Brand
Management of Emerald Publshing. 21(7): 508-515.
Moreira, M. Fernandes, T. (2019). Consumer brand engagement, satisfaction, and
brand loyalty: a comparitive study between functional and emotional brand
relationships. Journal of Product and Brand Management.
Mowen, John. Michael, Minor. Yahya, Dwi Kartini. (2002). Perilaku Konsumen.
Jakarta: Erlangga.
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial. Bandung : Simbiosa Rekatama.
Sani, A. Maharani, V. (2013). Metodologi Penelitian Manajemen Sumber Daya
Manusia (Teori, Kuesioner, dan Analisis Data). Malang : UIN Maliki Press.
Sutisnas. (2001). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Vivek, S.D. Beatty, S.E. Dalela, V, dan Morgan, R.M. (2014). A Generalized
Scale for Measuring Consumen Engagement. Journal of Marketing Theory
and Practice. 20(2): 122-146.
Widiasworo, E. (2019). Menyusun Penelitian Kuantitatif untuk Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Araska.
.