model pertunjukan wayang sinema lakon dewa …

11
Jurnal Seni Budaya 140 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA RUCI SEBAGAI WAHANA PENGEMBANGAN WAYANG INDONESIA Sunardi Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Email: [email protected] I Nyoman Murtana Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Sudarsono Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 ABSTRAK Artikel ini bertujuan mendeskripsikan model pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Ruci sebagai wahana pengembangan wayang Indonesia. Model pertunjukan wayang sinema dikreasi untuk menjawab berbagai persoalan dunia pedalangan, yaitu minat generasi muda terhadap wayang menurun dan bahaya kepunahan seni pertunjukan wayang di Indonesia. Ada tiga permasalahan yang dikaji, yaitu: (1) bagaimana konsep dasar inovasi pertunjukan wayang sinema; (2) bagaimana struktur pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Ruci; dan (3) mengapa model pertunjukan wayang sinema menjadi wahana pengembangan wayang Indonesia. Metode kajian yang digunakan adalah wawancara, studi pustaka, observasi, dan proses inovasi model pertunjukan wayang sinema. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) model pertunjukan wayang sinema didasarkan pada konsep bentuk, lakon, narasi, sabet, dan musik yang disusun dengan paradigma sinematografi; (2) bentuk pertunjukan wayang sinema merupakan perpaduan antara wayang kulit purwa yang dikemas dengan disiplin sinematografi sehingga berujud film wayang sinema; dan (3) model pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Ruci menjadi model pengembangan wayang Indonesia dengan kandungan nilai budi pekerti dan kebaharuan bentuk pertunjukan sesuai perkembangan zaman. Kata kunci: model, pertunjukan, wayang sinema, pengembangan, wayang Indonesia. ABSTRACT This article aims to describe the performance model of cinema wayang lakon Dewa Ruci as a media for the developing Indonesian wayang. The cinema wayang performance model was created to answer various prob- lems in puppetry, namely the decline of the younger generation interest towards wayang and the extinction of wayang performance art in Indonesia. There are three problems studied, namely: (1) how the basic concepts of the innovation of cinema wayang performance; (2) how the performance structure of cinema wayang Dewa Ruci; and (3) why the model of cinema wayang performance becomes the media for the development of Indonesian wayang. The methods used include interviews, literature study, observation, and the innovation process of the cinema wayang performance model. The results of the study show that: (1) the cinema wayang performance model is based on the concepts of form, lakon, narration, sabet, and music compiled with a cinematographic paradigm; (2) the form of cinema wayang is a combination of wayang kulit purwa packed with cinematographic discipline so that it takes the form of a cinema wayang film; and (3) the model of cinema wayang performance of Dewa Ruci becomes the model of the development of Indonesian wayang containing the values of character and the novelty of the performance form according to the times. Keywords: model, performance, cinema wayang, development, Indonesian wayang.

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

140 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA RUCISEBAGAI WAHANA PENGEMBANGAN WAYANG INDONESIA

SunardiJurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Email: [email protected]

I Nyoman MurtanaJurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

SudarsonoJurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan model pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Ruci sebagai wahanapengembangan wayang Indonesia. Model pertunjukan wayang sinema dikreasi untuk menjawab berbagaipersoalan dunia pedalangan, yaitu minat generasi muda terhadap wayang menurun dan bahaya kepunahanseni pertunjukan wayang di Indonesia. Ada tiga permasalahan yang dikaji, yaitu: (1) bagaimana konsep dasarinovasi pertunjukan wayang sinema; (2) bagaimana struktur pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Ruci;dan (3) mengapa model pertunjukan wayang sinema menjadi wahana pengembangan wayang Indonesia. Metodekajian yang digunakan adalah wawancara, studi pustaka, observasi, dan proses inovasi model pertunjukanwayang sinema. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) model pertunjukan wayang sinema didasarkan padakonsep bentuk, lakon, narasi, sabet, dan musik yang disusun dengan paradigma sinematografi; (2) bentukpertunjukan wayang sinema merupakan perpaduan antara wayang kulit purwa yang dikemas dengan disiplinsinematografi sehingga berujud film wayang sinema; dan (3) model pertunjukan wayang sinema lakon DewaRuci menjadi model pengembangan wayang Indonesia dengan kandungan nilai budi pekerti dan kebaharuanbentuk pertunjukan sesuai perkembangan zaman.

Kata kunci: model, pertunjukan, wayang sinema, pengembangan, wayang Indonesia.

ABSTRACT

This article aims to describe the performance model of cinema wayang lakon Dewa Ruci as a media for thedeveloping Indonesian wayang. The cinema wayang performance model was created to answer various prob-lems in puppetry, namely the decline of the younger generation interest towards wayang and the extinction ofwayang performance art in Indonesia. There are three problems studied, namely: (1) how the basic conceptsof the innovation of cinema wayang performance; (2) how the performance structure of cinema wayang DewaRuci; and (3) why the model of cinema wayang performance becomes the media for the development ofIndonesian wayang. The methods used include interviews, literature study, observation, and the innovationprocess of the cinema wayang performance model. The results of the study show that: (1) the cinema wayangperformance model is based on the concepts of form, lakon, narration, sabet, and music compiled with acinematographic paradigm; (2) the form of cinema wayang is a combination of wayang kulit purwa packed withcinematographic discipline so that it takes the form of a cinema wayang film; and (3) the model of cinemawayang performance of Dewa Ruci becomes the model of the development of Indonesian wayang containingthe values of character and the novelty of the performance form according to the times.

Keywords: model, performance, cinema wayang, development, Indonesian wayang.

Page 2: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Sunardi, I Nyoman Murtana, dan Sudarsono: Model Pertunjukan Wayang Sinema Lakon Dewa Ruci...

Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 141

A. Pengantar

Kehidupan pertunjukan wayang Indonesiamengalami pasang surut seiring perkembanganzaman. Wayang pernah mengalami masa kejayaanpada sekitar tahun 1990-an. Pada masa ini, geliatpertunjukan wayang menggejala di berbagai daerahdi Indonesia. Kuantitas pertunjukan wayang semakinmeningkat, sehingga era 90-an dikatakan sebagaibooming wayang atau zaman keemasan (Murtiyoso,2004). Bukti dari fenomena booming wayang, dapatdiketahui dari even pertunjukan wayang di berbagaitempat baik di wilayah pedesaan hingga perkotaan.Pertunjukan wayang menyertai berbagai ritual,khususnya di Jawa, seperti kelahiran bayi, khitanan,perkawinan, upacara bersih desa, peringatan harikemerdekaan, peringatan kelahiran suatu instansi,peresmian proyek, festival, kampanye, dansebagainya. Kejayaan pertunjukan wayang berbandingdengan kehidupan perekonomian para senimantradisional, baik dalang, pengrawit, maupun pesinden.Para dalang dari tingkatan dalang pemula hinggadalang profesional mendapat job (tanggapan) yangsangat signifikan. Masa ini dapat dikatakan sebagaiera kebangkitan wayang dengan implikasi padakesejahteraan para seniman dan meningkatnya dayaapresiasi masyarakat terhadap wayang.

Frekuensi pergelaran wayang yang relatifbanyak memberikan peluang bagi para dalang untukberlomba-lomba mengkreasi pertunjukan wayangsesuai selera masyarakat. Pada masa ini munculpertunjukan wayang spektakuler dengan menampilkandua atau tiga dalang secara bersamaan pada satubingkai pertunjukan wayang. Selain itu, terdapatbeberapa kreasi pergelaran wayang dengan kemasanyang sangat megah, yaitu penggunaan kelir sangatpanjang, penambahan instrumen gamelan (balungan,seperti demung, saron) dalam jumlah banyak,penggunaan lampu berbagai warna, pemakaian soundeffect, penambahan musik diatonis, dan kehadiranbintang tamu pelawak dan penyanyi. Kejayaanpertunjukan wayang dibarengi dengan munculnyakreasi baru, seperti pertunjukan wayang pantap,wayang layar panjang, wayang suket, wayang nglindurdan semacamnya. Wayang pantap hadir sebagaibentuk baru dengan ciri khusus pada penggunaan layardan dalang lebih dari satu, serta kehadiran pelawakmaupun penyanyi. Wayang pantap memiliki nuansapolitik orde baru, dan selalu dipentaskan tiap bulanpada tanggal 17 di Semarang serta pentas di berbagaidaerah secara periodik (Kuwato, 2001). Pertunjukan

wayang layar panjang digagas mahasiswa PedalanganISI Surakarta dengan pimpinan Slamet Gundono.Dalam pandangan Kayam, masa ini telah terjadimencairnya pertunjukan wayang, ditandai denganfenomena silang gaya pedalangan, dan memudarnyabatas-batas estetika pertunjukan wayang (1990).

Booming wayang mengalami masa surutsemenjak tahun 2000-an hingga dewasa ini. Frekuensipertunjukan wayang menurun, dibuktikan dariberkurangnya even pergelaran wayang untuk berbagaikeperluan di masyarakat. Pada masa ini, para dalangmengalami penurunan dalam menerima jobmendalang. Jika dicermati, hanya para dalangprofesional yang memiliki reputasi yang masihbertahan hingga sekarang. Selebihnya, para dalangtingkat bawah mulai kekurangan tanggapan. Titik balikbooming wayang mengakibatkan menurunnnya minatmasyarakat, terutama generasi muda terhadapwayang. Selain itu, beberapa genre wayangmengalami kepunahan yang dapat mengancamkehidupan wayang Indonesia. Pada aspek eksternal,para dalang dihadapkan pada kemajuan teknologi diera digital dewasa ini. Setidaknya ada tiga hal yangmenjadi persoalan bagi jagat pewayangan dewasa ini,yaitu: minat generasi muda menurun, wayangterancam punah, dan fenomena era digital. Persoalanini menggugah kesadaran untuk mengkreasipertunjukan wayang dalam perspektif kekinia. Artinyainovasi pertunjukan wayang dilakukan sejalan denganera industri 4.0. Pertunjukan wayang dikemas denganpendekatan sinematografi sehingga menghasilkanmodel pertunjukan wayang sinema.

Model pertunjukan wayang sinema menjadialternatif bagi upaya pengembangan wayang Indone-sia. Wayang sinema adalah bentuk pertunjukanwayang konvensional klasik yang dikemas dalambentuk film atau sinema. Wayang ini mengangkatcerita wayang purwa dalam bingkai film layar lebar.Boneka wayang kulit dipadukan dengan komposisimusik gamelan yang dikreasi dengan pendekatanmodern, yakni penggunaan teknologi komputer,sinematografi, dan pemakaian teks Bahasa Indone-sia sebagai pengantar cerita. Wayang sinema menjadimodel pengembangan wayang Indonesia untukmasyarakat dewasa ini. Inovasi pertunjukan wayangsinema sebagai respons terhadap era revolusi industri4.0, dengan mengeksplorasi kekuatan seni tradisi yangdikemas dengan teknologi modern untukmenghasilkan produk seni budaya yang dapatmemenuhi selera pasar.

Page 3: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

142 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

B. Pembahasan

1. Konsep Pertunjukan Wayang SinemaModel pertunjukan wayang sinema merupakan

bentuk inovasi pertunjukan wayang dalam kemasanfilm. Pertunjukan wayang kulit klasik dengan beberapaunsur, seperti: pelaku pertunjukan (dalang, pengrawit,pesinden, penggerong, dan kru pertunjukan); peralatanpertunjukan (wayang, kelir, kothak, cempala, keprak,gamelan, lampu, dan pengeras suara); dan unsur garappertunjukan (lakon, sabetan, antawecana, dan iringanpakeliran) dikemas dengan menerapkan teknologikomputer dengan pendekatan sinematograf i.Pertunjukan wayang sebagai materi utama yangdikemas menjadi film. Oleh karena itu, perlu kehadiranmateri lain (stock shoot), seperti hutan, deburanombak, samudera, langit, hujan, matahari, binatang,dan sebagainya yang dipadukan dengan pertunjukanlakon wayang (Sunardi, 2019).

Model pertunjukan wayang sinema lakonDewa Ruci didasarkan pada konsep bentukpertunjukan, konsep lakon, konsep sabetan, konsepmusik, dan konsep narasi. Konsep ini saling berelasidalam membentuk satu kesatuan model pertunjukanwayang sinema. Konsep bentuk pertunjukan wayangsinema memiliki indikasi: (1) perpaduan antarapertunjukan wayang kulit dengan disiplin sinematografidan teknologi komputer; (2) terjadi alihwahana daripertunjukan wayang kulit menjadi pertunjukan film layarlebar; (3) kreator dan inovator berkompeten dalammemahami lakon wayang maupun sinematografi; dan(4) bentuk pertunjukan wayang sinemamemperhitungkan segmentasi publik.

Konsep bentuk pertunjukan wayang sinemaadalah perpaduan wayang klasik dengan disiplinsinematografi. Wayang kulit dijadikan materi yangdikemas dengan cara pembuatan film. Pertunjukanwayang dengan lakon Dewa Ruci dimainkan dalang,diiringi pengrawit dan pesinden, serta penggerong.Konsep bentuk pertunjukan merupakan alihwahanapergelaran wayang ke dalam film. Aspek gerak danbayangan wayang menjadi signifikan untuk mencirikanwayang sinema, selain kehadiran musik dan runningtext sebagai penguat pertunjukan wayang sinema.

Kreasi dan inovasi pertunjukan wayangsinema dihadapkan pada segmen masyarakat.Tanggapan masyarakat terhadap kualitas pertunjukanmenjadi masukan penting bagi senimannya.Pertunjukan wayang sinema dipersiapkan untukmenumbuhkan minat generasi muda terhadap wayang,sehingga segmen penonton anak muda menjadiorientasi. Selain itu, era revolusi industri 4.0 perlu

disikapi dengan inovasi pertunjukan wayang sinemayang dapat dinikmati secara massal, baik melaluipemutaran film di gedung bioskop maupun melaluiinternet.

Pada aspek lakon atau cerita wayang sinemamemiliki konsep yang kompleks, yaitu: (1) hasilperpaduan berbagai tafsir cerita, baik dari literatur,tradisi pedalangan dari para dalang, maupun inovasipenyusun; (2) fokus garapan pada tokoh Bima; (3)penerapan alur ketat dengan penekanan padahubungan linear dan kausalitas antar adegan; (4) pilihanseting seperti halnya pada garapan lakon tradisional;dan (5) tema-amanat yang disampaikan terkait denganusaha manusia dalam menemukan air kehidupan.

Konsep lakon wayang sinema, seperti teatertradisional umumnya, mengacu pada strukturdramatik, yaitu alur, penokohan, setting, serta temadan amanat (Satoto, 1989). Di sini relasi antara alur,penokohan, setting, serta tema dan amanatmembentuk struktur dramatik. Kehadiran alur lakondidalamnya memuat penokohan, setting dan tema-amanat. Konsep alur lakon wayang sinema adalah:(1) memiliki tingkatan alur, mulai tahap pengenalan,klimaks, hingga penyelesaian; (2) lebih dominan padapenggunaan alur kausalitas; dan (3) menerapkanbangunan alur ketat, peristiwa berjalan simultan dansaling terhubung dalam kesatuan, atau dikatakansebagai alur yang kompleks.

Konsep penokohan wayang sinema terindikasidari: (1) dominasi tokoh Bima pada setiap alur,peristiwa, dan konflik cerita; (2) terdapat tiga tokohinti yang menggerakkan keutuhan cerita yaitu, Bima,Durna, dan Dewa Ruci; (3) munculnya tokoh lawanyang dirancang sebagai penghalang perjalanan Bima,seperti Kadang Bayu, Rukmuka, Rukmakala,Nemburnawa; dan (4) ada keterkaitan antara satutokoh dengan tokoh lainnya. Konsep setting padawayang sinema diindikasikan dari: (1) variasi tempatyang dipilih kaitannya dengan peristiwa yang dialamiBima; dan (2) mengambil waktu sepanjang hari,mengikuti peredaran waktu.

Selain konsep bentuk dan lakon, pada modelpertunjukan wayang sinema mengenal konsepsabetan. Sabetan dimaknai sebagai ekspresi gerakboneka wayang secara visual yang dilakukan dalangdalam pertunjukan wayang (Sunardi, 2013). Sabetanmemiliki cakupan materi yaitu: cepengan, tancepan,bedholan, solah, serta penampilan dan entas-entasan.Konsep boneka wayang menggunakan tokoh wayangklasik dengan beberapa pengembangan. Bonekawayang menjadi pusat perhatian penonton untukmemahami perjalanan alur ceritanya.

Page 4: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Sunardi, I Nyoman Murtana, dan Sudarsono: Model Pertunjukan Wayang Sinema Lakon Dewa Ruci...

Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 143

Konsep cepengan berorientasi pada kekuatandalang dalam memegang wayang secara lulut, yaitumenyatunya tangan dalang dengan gapit (tangkai)wayang sehingga terkesan hidup, berjiwa, dan enakdilihat (Murtiyoso, 2007). Selain cepengan, dikenaladanya tancepan, yaitu pola pencacakan wayang padagedebog yang menggambarkan adegan. Konsepdasar tancepan wayang adalah wijang, yaitupencacakan boneka wayang pada gedebog dapatterlihat indah karena kejelasan maksud adegan atauperistiwa yang digambarkan. Dalam tancepan wayangmemperhatikan jarak, kerapatan, dan posisi tiap-tiapboneka wayang dalam membentuk pola adegantertentu.

Sabetan dalam pertunjukan wayang jugaditentukan oleh bedholan yang dilakukan dalang.Bedholan yang berarti cara mencabut wayang darigedebog serta urutan tokoh yang dicabut. Konsepestetika bedholan wayang mengacu tokoh danperistiwa pada suatu adegan di dalam lakon. Unsursabetan lainnya dinamakan solah, yaitu gerak-geriktokoh wayang pada kelir. Pada estetika solah wayangmempertimbangkan konsep urip, yaitu gerakanwayang seolah-olah hidup sesuai peristiwa adegan,suasana hati tokoh wayang, ataupun karakteristiktokoh wayang (Sunardi, 2013).

Unsur sabetan yang tak kalah pentingkehadirannya dengan unsur yang lain, yaitupenampilan dan entas-entasan. Menurut BambangSuwarno, pengekspresian penampilan dan entas-entasan ini dapat diukur berdasarkan tekanan dantempo. Tekanan berarti kuat dan lemahnya penampilandan entas-entasan tokoh wayang. Pada waktu tokohwayang tampil di kelir dan saat meninggalkan kelirmemiliki tekanan yang berbeda-beda (wawancara,2019). Tentang cepat dan lambat penampilan danentas-entasan mengacu pada tempo yang digunakan.Tempo penampilan dan entas-entasan didasarkan padakarakter, suasana hati, dan peristiwa lakon.

Catur dan antawecana tidak dipergunakandalam pertunjukan wayang sinema. Hal ini disebabkanbahwa wayang sinema digarap dengan orientasi padaaspek visual dan auditif yakni sabetan wayang danmusik wayang. Aspek verbal yaitu bahasa diwujudkandalam teks Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Inggris.Teks bahasa ini merupakan terjemahan dari syairdalam tembang, gerongan, dan sulukan yangdibawakan oleh sinden dan wiraswara. Kehadiran tekssebagai perwujudan narasi dalam pertunjukan wayangsinema. Teks-teks ini mengungkapkan alur ceritaDewa Ruci dari babak awal hingga akhir cerita. Teks-teks ini merupakan alihbahasa dari syair atau cakepan

tembang, gerongan, dan sulukan. Teks-teks yangditampilkan berupa runing text yang ada pada layarfilm.

Musik dalam pertunjukan wayang sinemamemiliki peranan vital dalam membangun suasana,memperkuat gambaran peristiwa, dan menjadipetunjuk alur cerita. Musik mengacu pada pembagianwilayah nada atau dikenal pathet dalam tradisikarawitan maupun pedalangan Jawa, sehingga adapathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura.Suasana yang terjadi dalam lakon wayang dibangunkekuatan musikal dari gending, sulukan, tembang,maupun gerongan. Musik yang dipergunakan adalahgamelan Jawa yang di dalamnya terdapat pola-polagending, sulukan, gerongan, dan tembang,mengantarkan alur lakon melalui suara yangdilantunkan para penggerong, pesinden, dalang, suaragamelan, dan suara dhodhogan-keprakan. Musikmenjadi kunci pergerakan alur lakon dari awal hinggaakhir lakon. Inilah sebabnya ekspresi musikal daripengrawit, pesinden, penggerong, dan dalang menjadisignifikan untuk memperkuat alur lakon padapertunjukan wayang sinema.

Pada pertunjukan wayang sinemamenggunakan gending Jawa. Gending ini dimainkanoleh pengrawit dengan diperkuat penggerong danpesinden di bawah komando dalang melaluidhodhogan-keprakan. Berbagai pola gending yangdigunakan, yaitu: pola ladrang, ketawang, ketawanggending, lancaran, ayak-ayak, srepeg, sampak,palaran dan lainnya. Pemilihan pola gendingmenyesuaikan dengan adegan atau peristiwa dansuasana yang dipergelarkan dalam pertunjukanwayang sinema.

Selain gending, terdapat tembang yangdipergunakan untuk memperkuat dan mempertegasalur lakon wayang sinema. Di dalam tembang terdapatsyair yang menggambarkan adegan atau peristiwayang terjadi dikombinasikan dengan sabetan wayang.Tembang dapat dilantunkan oleh dalang, pesinden,ataupun penggerong secara mandiri atau bersamaan(koor). Pertunjukan wayang sinema juga menggunakansulukan sebagai penguat suasana maupun gambaranperistiwa yang terjadi. Sulukan dilantunkan olehdalang, pesinden, ataupun penggerong, baik secaramandiri maupun koor. Sulukan dilantunkan mengikutitata aturan pathet, sehingga ada sulukan pathet nem,sulukan pathet sanga, dan sulukan pathet manyura.Hal yang tak kalah penting untuk membangun danmemperkuat peristiwa, penokohan, dan suasanaadegan adalah dhodhogan-keprakan dari dalang.Dhodhogan-keprakan menjadi penanda dan penguat

Page 5: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

144 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

adegan pada keseluruhan alur lakon. Dhodhogan-keprakan menuntun pada musik untuk memulai,memperlirih, mempercepat, ataupun menghentikannya.Dhodhogan-keparakan adalah bunyi cempala dankeprak yang dilakukan dalang untuk menuntunjalannya musik wayang sinema.

2. Struktur Pertunjukan Wayang Sinema LakonDewa Ruci

Salah satu lakon wayang yang populer di Jawaadalah lakon Dewa Ruci. Lakon ini mengisahkanperjalanan batin tokoh Bima dalam mencapaikemanunggalan dengan Dewa Ruci. Bima sebagairepresentasi simbolik insan khamil yang berjumpadengan Dewa Ruci sebagai representasi simbolikSang Khalik. Pada dasarnya lakon Dewa Ruciberkisah tentang perjalanan tauhid Bima menuju tarapsebagai manusia sempurna.

Di dalam khazanah seni pedalangan, lakonDewa Ruci memiliki beragam versi, baik sumber,bentuk, maupun pola garapannya. Sumber lakon DewaRuci mengacu Serat Dewa Ruci, yang di dalamnyamenjabarkan perjalanan Bima mencari air kehidupan.Cerita Dewa Ruci dapat dijumpai dalam beberapabentuk, seperti kidung atau tembang maupungancaran (prosa). Adapun pola garapan lakon DewaRuci memiliki variasi beragam, bahkan judul lakonDewa Ruci juga disebut Nawa Ruci ataupun BimaSuci, dengan orientasi garapan pada tokoh Bimadalam usahanya mencari air kehidupan.

Jika dikaji, lakon Dewa Ruci memuat lakumistik Bima dalam mencapai kesatuan dengan Tuhan.Bima sebagai tokoh sentral hadir dalam keseluruhanalur lakon. Pada tahap awal, Bima berniat bergurukepada Druna untuk mendapatkan petunjuk caramenemukan air kehidupan. Tahapan berikutnya, Bimamelakukan perjalanan panjang untuk mendapatkan citacitanya. Mula-mula Bima pergi ke hutan untukmendapatkan air kehidupan, selanjutnya ia memasukisamudera. Perjalanan Bima mendapatkan rintangandari keluarga, dua raksasa penunggu hutan, danseekor naga penjaga lautan. Pada akhirnya Bimamampu mencapai keinginannya dengan mendapatkananugerah tirta pawitra dari Dewa Ruci. Peristiwapertemuan antara Bima dengan Dewa Ruci sangatmenarik karena terkait dengan gambaran pengalamanreligius dalam usaha menyatu dengan Illahi. Prosespersatuan antara manusia dan khalik dalam pandanganJawa dinyatakan sebagai manunggaling kawula-gusti.

Laku mistik dilakukan Bima untuk menujupada kesempurnaan hidup dilalui dengan berbagaitingkatan. Dalam lakon Dewa Ruci tahap-tahappenting yang dilalui Bima adalah: berguru kepadapandita Durna; patuh dan teguh dalam melaksanakanperintah guru; menghancurkan hutan Tikbrasara sertamampu menyingkirkan penghalangnya; meruwatDewa Bayu sebagai amal kebaikan; kembali bergurupada Durna atau tidak putus asa untuk bertanya;menyingkirkan dan meninggalkan saudaranya yangmerintangi tujuan; terjun ke samudera Minangkalbu;membunuh Naga Nemburnawa atau nafsu duniawi;mati sajroning urip dan menyerah dengan iklas padakuasa Tuhan; bertemu Dewa Ruci untuk menerimacahaya tuntunannya; manunggal dan berdialog untukmenerima air hidup (Mulyono, 1975; Tanaya, 1979;Mangkunagoro, 1933; Musbikin, 2010).

Bentuk pertunjukan wayang sinema lakonDewa Ruci dapat dipahami melalui struktur pertunjukanyang dijabarkan sebagai berikut.a. Adegan Prolog: menceritakan masa kelahiran

Bima hingga keinginan Bima untuk berguru kepadaPendeta Durna. Ketika lahir, Bima berupa bungkusyang membuat Pandu dan Kunti (orang tuanya)merasa resah. Bungkus selanjutnya diletakkan diHutan Gandamayit dengan harapan dapat dipecaholeh binatang buas atau makluk lain di dalam hutan.Batara Bayu sebagai utusan dewata mengajakGajahsena untuk menolong Pandu dan Kuntidengan memecahkan bungkus. SelanjutnyaGajahsena berhasil memecah bungkus danmenyatu dalam tubuh Bima. Setelah dewasa, Bimaberkeinginan untuk berguru kepada PendetaDurna.

Gambar 1. Bima lahir di dalam bungkus(Foto: Sunardi, 2019)

Page 6: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Sunardi, I Nyoman Murtana, dan Sudarsono: Model Pertunjukan Wayang Sinema Lakon Dewa Ruci...

Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 145

Gambar 2. Pandu dan Kunti memohon putranyaterbebas dari bungkus (Foto:

Sunardi, 2019)

Gambar 3. Batara Bayu akan menolong Pandu dan Kunti (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 4. Batara Bayu memerintah Gajahsenamemecah bungkus (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 5. Gambaran gejolak hati Bima untukmencari ilmu kesempurnaan hidup

(Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 6. Bima ingin berguru kepada Resi Durna(Foto: Sunardi, 2019)

b. Adegan Negara Astina: menceritakan ketika Bimapergi ke Negara Astina untuk berguru kepada ResiDurna. Bima disambut oleh Prabu Duryudana,Patih Sengkuni, dan Resi Durna. Bimamendapatkan perintah pertama untuk mencari airkehidupan di Gunung Reksamuka. Bima sangatsenang hatinya, selanjutnya berpamitan kepadaguru Durna dan raja Astina untuk bergegas menujuGunung Reksamuka. Kepergian Bima ke GunungReksamuka membuat hati Duryudana danSengkuni senang karena mereka yakin Bima akanmati dimangsa binatang buas.

Gambar 7. Bima datang di Negara Astina berguruResi Durna (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 8. Bima menyingkirkan pepohonan,mencari air kehidupan. (Foto: Sunardi, 2019)

Page 7: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

146 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

c. Adegan Gunung Reksamuka: mengisahkan ketikaBima dihadang oleh raksasa penunggu hutanbernama Rukmuka dan Rukmakala hingga terjadiperkelahian. Bima dapat mengalahkan keduaraksasa penjelmaan Batara Bayu. Atas pertolonganBima, Batara Bayu dapat terbebas dari kutukandewata. Batara Bayu memberikan nasihat agarBima kembali menemui gurunya untuk memintapetunjuk sebenarnya tentang letak air kehidupan.Setelah Batara Bayu berpamitan menujuKahyangan, Bima melakukan semadi untukmenjumpai gurunya. Bima mendapatkan petunjukagar pergi ke samudera untuk menemukan airkehidupan.

Gambar 9. Bima dihadang Rukmuka danRukmakala (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 10. Bima bersemadi, Resi Durnamembayanginya (Foto: Sunardi, 2019)

d. Adegan Negara Amarta: menceritakan ketika Bimakembali ke Amarta untuk minta ijin kepada Ibu dansaudaranya dalam mencari air kehidupan kesamudera. Kunti, Puntadewa, Arjuna, Nakula,Sadewa, dan Kresna tidak merelakan kepergianBima karena dikhawatirkan akan menemui celakaakibat ulah Kurawa. Namun demikian, Bimaberketetapan hati untuk mencari air kehidupan disamudera, sehingga bersikeras untukmeninggalkan keluarganya.

Gambar 11. Bima minta ijin ibu dan saudaranya(Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 12. Bima menggendong ibunya(Foto: Sunardi, 2019)

e. Adegan Kadangbayu: menceritakan empat saudarasepaham Bima, yaitu Anoman, Jajakwreka,Situbanda, dan Maenaka berusaha untukmembantu keinginan Bima dalam mencari airkehidupan. Pada mulanya terjadi perkelahian antaraAnoman dan Jajakwreka melawan Bima,selanjutnya Situbanda dan Maenaka berusahamembantu Bima agar segera sampai di samudera.

Gambar 13. Kadang bayu (Anoman, Jajakwreka,Maenaka, dan Situbanda akan menghentikan Bima

(Foto: Sunardi, 2019)

Page 8: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Sunardi, I Nyoman Murtana, dan Sudarsono: Model Pertunjukan Wayang Sinema Lakon Dewa Ruci...

Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 147

Gambar 14. Bima mendapatkan bantuan dariMaenaka untuk segera sampai di samudera (Foto:

Sunardi, 2019)

f. Adegan Samudera: menceritakan perjalanan Bimasampai di samudera. Bima merasa ragu melihatkeganasan ombak samudera. Bima mendapatkanpenguatan dari Burung Perkutut, Platukbawang,dan Gemak. Selanjutnya Bima masuk dalamsamudera, dirinya ditopang Situbanda sehinggadapat berjalan di atas air. Karena merasa congkak,Situbanda meninggalkan Bima hingga satria initenggelam dalam air. Hewan raksasa penguasalautan bernama Nemburnawa membelit tubuh Bimahingga lemas. Dalam keadaan setengah sadar,Bima berhasil menancapkan kuku pancanakamengenai leher Nemburnawa hingga tewas. Luapandarah dari Nemburnawa mengakibatkan Bimahilang kesadaran. Bima masuk dalam alam taksadar dan berjumpa dengan Dewa Ruci. Bimamendapatkan berbagai petuah mengenaikesempurnaan hidup. Bima menemukan airkehidupan yang dicita-citakan.

Gambar 15. Bima mendapatkan motivasi dariburung Gemak, Platukbawang, dan Perkutut (Foto:

Sunardi, 2019)

Gambar 16. Bima berjalan di samudera atasbantuan dari Setubanda (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 17. Bima dililit Nemburnawa di dalamsamudera (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 18. Bima berjumpa dengan Dewa Ruci(Foto: Sunardi, 2019)

g. Adegan Pungkasan: mengisahkan keberhasilanBima mendapatkan air kehidupan. Bima keluar darisamudera dan pulang ke Amarta. Bima menjumpaiResi Durna, dan berkumpul kembali dengan orangtua dan saudaranya

Page 9: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

148 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

Gambar 19. Bima kembali ke Amarta berkumpuldengan keluarganya (Foto: Sunardi, 2019)

Gambar 20. Adegan pungkasan (tancep Kayon)(Foto: Sunardi, 2019)

3. Model Pertunjukan Wayang Sinema: WahanaPengembangan Wayang Indonesia

Pertunjukan wayang memiliki kandungan nilaiadiluhung, yaitu berkuali tas tinggi karenamengungkapkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.Oleh sebab itu, inovasi pertunjukan wayang sinemapada dasarnya masih bertumpu pada nilai yangsesungguhnya adalah ruh yang menghidupi wayang.Nilai kehidupan manusia bertransformasi dalam lakonwayang sehingga menjadi ajaran watak dan budipekerti. Dalam hal ini, wayang mengangkat nilai-nilaikemanusia universal sehingga menjadi rujukan polatingkah laku manusia berbudaya. Nilai-nilai yangmelekat dalam wayang, yaitu nilai religius, nilai etis,dan nilai estetis, secara ideasional diakui menjadiacuan bagi tindakan masyarakat Indonesia (Sunardi,2009).

Refleksi nilai religius tergambarkan melaluiperilaku tokoh wayang dalam mencapai kesatuandengan Tuhan, yang seringkali di isti lahkanmanunggaling kawula gusti (Mangkunegoro, 1933).Nilai ini tercermin pada wayang sinema lakon DewaRuci yang mengisahkan perjalanan batin tokoh Bimauntuk mencapai kemanunggalan dengan Sang Khalik.

Anderson (2000) menerangkan bahwa wayangdidudukkan sebagai model berpikir dan bertindak bagimasyarakat Jawa. Dalam wayang terdapat tipologiperwatakan yang tidak pernah dipertentangkan.Masyarakat lebih memilih toleransi terhadap berbagaiwatak dalam wayang yang merupakan gambaran watakmanusia sesungguhnya. Pluralisme moral di dalamwayang yang diacu masyarakat sebagai dasarkeragaman etika mereka. Presentasi nilai estetikawayang diperlihatkan pada keindahan unsur-unsurpertunjukan wayang dan rasa estetik yangdisampaikan. Sebagai salah satu bentuk kesenian,pertunjukan wayang, merupakan sesuatu yang hidupsenafas dengan mekarnya rasa keindahan dalamsanubari manusia yang hanya dapat dinilai denganukuran rasa, karena seni diciptakan untuk melahirkangelombang kalbu rasa keindahan (Haryono, 2008).

Nilai religius, etis, maupun estetis ini sejatinyamewujud dalam berbagai tema dalam lakon wayang,seperti: kepahlawanan, kesetiaan, pengabdian,kemanusiaan, ketuhanan, cinta kasih, perdamaian dansebagainya. Inilah sebabnya nilai menjadi ruh yangmenghidupi wayang. Artinya bahwa wayang dapatdikreasi dalam berbagai bentuk namun tidak bolehmeninggalkan hakikatnya yakni nilai-nilai pewayangan.Di sini, nilai menjadi wacana sentral bagi insanpewayangan untuk memberikan daya hidup bagieksistensi wayang. Nilai dalam wayang akanmengkristal menjadi ajaran budi pekerti yang dapatdiserap oleh masyarakat, terutama generasi mudasehingga memperkokoh karakter pembangunanbangsa.

Berbagai bentuk pengembangan wayang In-donesia memiliki tujuan meningkatkan minat generasimuda terhadap wayang serta upaya menjagaeksistensinya. Pengembangan wayang juga terkaitdengan pemajuan kebudayaan yang telahdiundangkan oleh negara. Undang Undang No 5 Tahun2017 tentang Pemajuan Kebudayaan memberikanruang dan jaminan hukum atas terselenggaranyaupaya memajukan seni budaya. Pemajuankebudayaan mencakup perlindungan, pengembangan,pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Di dalampengembangan kebudayaan terdapat upayamenghidupkan ekosistem kebudayaan sertameningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskankebudayaan. Cara yang ditempuh adalahpenyebarluasan, pengkajian, dan pengayaankeberagaman.

Pengembangan bentuk-bentuk senipewayangan mencakup berbagai model, yaitu: (1)model wacana verbal pewayangan; (2) model visual

Page 10: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Sunardi, I Nyoman Murtana, dan Sudarsono: Model Pertunjukan Wayang Sinema Lakon Dewa Ruci...

Volume 17 Nomor 2, Desember 2019 149

grafis pewayangan; dan (3) model visual auditifpewayangan (Sunardi, 2016). Model pertamaberorientasi pada hasil-hasil karya tulis tentangwayang yang dapat diakses oleh masyarakat secaramudah. Model kedua, dapat dilakukan dalam bentukmodel visual grafis, yakni model lebih dominan dengantampilan visual atau gambar wayang. Model ketiga,merupakan pengembangan wayang dengan pusatgarapan pada tampilan audio visual. Model inidirasakan lebih kompleks dan menarik karenamemenuhi aspek lihatan (visual) dan dengaran (audioatau suara).

Pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Rucimerupakan model pengembangan wayang Indonesiayang bersifat audio-visual. Model ini memilikikeunggulan dalam hal: pertama, pada aspek lakonatau cerita yang disajikan, yaitu cerita Dewa Ruci yangmemiliki kandungan nilai kehidupan yang kompleks.Lakon Dewa Ruci digarap dengan tafsir yang unik,yaitu kehadiran Bima dalam keseluruhan lakon, kisahBima dimulai pada masa kelahiran, terdapat adeganKadang Bayu yang mewarnai dinamika perjalananBima. Kedua, gaya penceritaan tidak menggunakandialog dan narasi, namun mengandalkan kekuatanteks pada syair sulukan, gerongan, sindenan, dantembang. Teks pada syair ini berisi kisah perjalananBima, semenjak masa kelahiran hingga masa kembalike keluarga, yang terangkum secara musikal padalagu tembang, sulukan, sinden, dan gerongan. Ketiga,bentuk pertunjukan mengalami alih wahana daripergelaran wayang kulit menjadi film layar lebar.Pergelaran wayang kulit digunakan sebagai materiutama, selanjutnya diedit dengan metodesinematografi untuk menghasilkan wayang sinemadalam bentuk film.

Pertunjukan wayang sinema lakon Dewa Rucimenjadi alternatif model pengembangan wayang In-donesia untuk mengatasi kurangnya minat generasimuda terhadap wayang, mulai terpinggirkannyakehidupan wayang di nusantara, menjawab tantanganzaman, yaitu era industri 4.0, serta sebagaikeberlanjutan dari eksperimen wayang yang telahdilakukan sebelumnya. Agar dapat terarah danmemiliki makna mendalam, perlu dilakukan berbagailangkah strategis untuk mengembangkan wayang In-donesia ini, yaitu: (a) menentukan sasaran; (b)menetapkan segmentasi masyarakat pengguna; (c)menyusun konsep dasar model pengembanganwayang sinema; (d) menjalin kerjasama denganberbagai pihak untuk menyusun model pengembanganwayang sinema; (e) melakukan perancangan modelpertunjukan wayang sinema; (f) mensosialisasikan

model pengembangan wayang sinema kepadamasyarakat; dan (g) menjaga substainabilitas modelpengembangan wayang sinema dengan inovasilanjutan.

Model pertunjukan wayang sinema lakonDewa Ruci diharapkan mampu memberikan nilaitambah bagi peningkatan pendidikan budi pekertigenerasi muda Indonesia, melalui nilai-nilai yangterkandung pada lakon atau cerita wayang. Nilai budipekerti merupakan hal penting yang dicita-citakan dandiyakini kebenarannya untuk dicapai oleh manusia agarmemiliki kepribadian yang baik dan bermartabat luhur(Solichin, 2011). Melalui model pengembanganwayang yang ditawarkan kepada generasi muda,diharapkan mereka akan mendapatkan petuah luhurmengenai martabat luhur yang tercermin dalam modelpertunjukan wayang tersebut. Dengan mengapresiasi,menganalisis, dan mengkreasi wayang, maka generasimuda akan mendapatkan citra baik mengenaimoralitas manusia yang terdapat dalam wayang.Pertunjukan wayang sinema memiliki kandunganmakna yang mendalam mengenai pentingnya ajaranbudi pekerti bagi kehidupan manusia.

Adapun pada sisi lain, yakni perluasan industrikreatif bidang seni, pertunjukan wayang sinema dalamkemasan film layar lebar dapat menjadi komoditasyang berimplikasi pada peningkatan ekonomimasyarakat. Produksi dan masalisasi modelpengembangan wayang tersebut berdampak padapeningkatan perekonomian masyarakat yang berartimemperluas industri kreatif. Selain sebagai upayamendekatkan wayang dengan generasi muda, modelpertunjukan wayang sinema juga berkontribusisignifikan bagi peningkatan kehidupan ekonomimasyarakat. Dengan demikian model pengembanganwayang memiliki arah yang jelas bagi upayamengangkat citra seni wayang di kalangan generasimuda, ataupun memberikan dampak nyata bagipeningkatan dan perluasan industri kreatif.

C. Kesimpulan

Model pertunjukan wayang sinema lakonDewa Ruci menjadi alternatif bagi upayapengembangan wayang Indonesia. Model ini memilikidampak bagi tumbuhnya minat generasi mudaterhadap wayang. Selain itu, model ini juga menjadiwahana signifikan untuk menghidupkan kembalipertunjukan wayang dari ancaman kepunahan. Padasisi lain, model ini berimplikasi pada penguatan industrikreatif di bidang seni budaya, khususnya senipertunjukan wayang.

Page 11: MODEL PERTUNJUKAN WAYANG SINEMA LAKON DEWA …

Jurnal Seni Budaya

150 Volume 17 Nomor 2, Desember 2019

Inovasi pertunjukan wayang sinema lakonDewa Ruci didasarkan pada ruh utama, yaitu nilai-nilai kemanusiaan universal. Nilai-nilai ini menjelmamenjadi berbagai nilai yang diyakini sebagai sumberacuan kehidupan bagi masyarakat. Pada pertunjukanwayang sinema lakon Dewa Ruci, memuat berbagainilai luhur, seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan,persatuan, permusyawaratan, keadilan, dansebagainya. Nilai-nilai ini terbingkai pada kesatuanpertunjukan wayang sinema, baik dalam lakon, musik,narasi, maupun sabetan wayang. Pada intinya nilai-nilai dalam lakon Dewa Ruci memberikan ajaranmengenai pendidikan budi pekerti bagi masyarakatIndonesia.

KEPUSTAKAAN

Anderson, Benedict R O’G. 2000. Mythology and TheTolerance of The Javanese. TerjemahanRuslani. Yogyakarta: Qalam.

Haryono, Timbul. 2008. Seni Pertunjukan dan SeniRupa dalam Perspektif Arkeologi Seni.Surakarta: ISI Pres Solo.

Kuwato. 1990. “Tinjauan Pakeliran Padat PalgunaPalgunadi Karya Bambang Murtiyoso DS”Laporan Penelitian STSI Surakarta.

————. 2001. “Pertunjukan Wayang Kulit di JawaTengah Suatu Alternatif Pembaruan: SebuahStudi Kasus”. Tesis UGM Yogyakarta.

Mangkunegoro VII, KGPAA. 1933. “On the WayangKulit (Puwa) and Its Symbolic and MysticalElements”. Terjemahan Claire Holt Originaltext published in Jawa. Vol. XIII,

Mulyono, Sri. 1975. Wayang Asal-usul Filsafat danMasa Depannya. Jakarta: Alda.

Murtiyoso, Bambang, Sumanto, Suyanto, Kuwato.2007. Teori Pedalangan: Bunga RampaiElemen-elemen Dasar Pakeliran. Surakarta:ISI Surakarta Press dan CV Saka Produc-tion.

Murtiyoso, Bambang, Waridi, Suyanto, Kuwato,Harijadi Tri Putranto. 2004. Pertumbuhandan Perkembangan Seni PertunjukanWayang. Surakarta: Citra Etnika Surakarta.

Musbikin, Imam. 2010. Serat Dewa Ruci (Misteri AirKehidupan). Jogjakarta: Diva Press.

Satoto, Soediro. 1989. Pengkajian Drama I. Surakarta:Sebelas Maret University Press.

Solichin dan Suyanto 2011. Pendidikan Budi Pekertidalam Pertunjukan Wayang. Jakarta:yayasan Senawangi.

Solichin. 2011. Falsafah Wayang Intangible Heritageof Humanity. Jakarta: Senawangi.

Sunardi. 2013. Nuksma dan Mungguh: Konsep DasarEstetika Pertunjukan Wayang. Surakarta:ISI Press.

————. 2016. “Model-model PengembanganWayang untuk Generasi Muda”. DalamLakon Jurnal Pengkajian dan PenciptaanWayang. Vol. XIII No.1, Desember 2016.Surakarta: ISI Press.

Tanaya, R. 1979. Bima Suci. Jakarta: Balai Pustaka.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentangPemajuan Kebudayaan.