mata 1 (autosaved)
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
CASE KECIL ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RS MARDI RAHAYU, KUDUS, JAWA TENGAH
Nama : Defita Firdaus Tanda Tangan
NIM:11-2012-159 ………………...
Dokter Pembimbing/ Penguji : dr. Djoko Heru S, Sp. M
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Gabriel Billy Pendidikan : SMA
Umur : 17 tahun Agama : Kristen
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pelajar No. RM : 435925
Alamat : Jl. Johar 499 RT 02 RW 04 Wergu kulon, kudus
II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Autoanamnesis pada hari Sabtu tanggal 05 Maret 2016 Jam 13.00 WIB
Keluhan Utama :
Penglihatan kabur pada kedua mata sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RS Mardi Rahayu dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua matanya sejak 2 minggu SMRS, terutama saat melihat
jauh. Pasien mengatakan biasanya ia sering menyipitkan matanya pada saat melihat
dan terkadang suka mengeluhkan pusing. Kadang-kadang melihat cahaya seperti
silau.
1
2 tahun yang lalu, pasien mengatakan pertama kali memakai kacamata yang
diperiksakan di optik karena merasa penglihatannya kabur. Pasien juga mengatakan
mata sering lelah yang dirasakan setelah membaca atau menggunakan komputer untuk
waktu yang lama dan sering main games. Sejak 2 minggu SMRS, pasien merasa
penglihatannya semakin kabur dan tidak jelas. pasien ingin mengganti kacamata
karena merasa penglihatannya kembali kabur meskipun sudah memakai kacamata.
Penglihatan ganda dan berkabut disangkal. Pasien menyangkal tidak ada mata merah,
berair, gatal dan nyeri pada mata. Maka pasien memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan di poli mata RS Mardi Rahayu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes (-)
- Riwayat alergi (-)
- Penggunaan kacamata sebelumnya (+)
- Riwayat trauma pada mata (-)
- Riwayat operasi mata (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
o Adik pasien menderita sakit yang serupa seperti pasien
o Riwayat hipertensi (-)
o Riwayat diabetes melitus (-)
o Riwayat asma dan alergi disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Cukup
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
2
Suhu : afebris
Kepala : normocephali, deformitas (-), rambut hitam, distribusi merata.
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Telinga : normotia, serumen (-), secret (-)
Hidung : deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.
Thorax : Cor : BJ I/II, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, supel, BU (+) N
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Ophtalmologi
OD OS
Oculi dextra (OD ) Pemeriksaan Oculi sinistra (OS)
0,63 F3 Visus 0,63 F2
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,
Enophtalmus (-),
Eksophtalmus (-),
Strabismus (-)
Bulbus oculi
Gerak bola mata normal,
Enophtalmus (-),
Eksophtalmus (-),
Strabismus (-)
3
Edema (-),
Hiperemis (-),
Nyeri tekan (-),
Blefarospasme (-),
Lagophtalmus (-)
Palpebra
Edema (-),
Hiperemis (-),
Nyeri tekan (-),
Blefarospasme (-),
Lagophtalmus (-)
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Infiltrate (-)
Conjungtiva
Edema (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-)
Infiltrate (-)
Normal, warna putih Sklera Normal, warna putih
Bulat, jernih,
Edema (-)
Infiltrat (-)
Sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
Edema (-)
Infiltrat (-)
Sikatrik (-)
Kedalaman : normal
Hipopion (-)
Hifema (-)
COA
Kedalaman : normal
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta (-)
Warna coklat,
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Iris
Kripta (-)
Warna coklat,
Edema (-)
Sinekia (-)
Atrofi (-)
Bulat, diameter ± 3mm,
Letak sentral, jernih
Refleks pupil langsung (+),
Refleks pupil tak langsung (+)
Pupil
Bulat, diameter ± 3mm,
Letak sentral, jernih
Refleks pupil langsung (+),
Refleks pupil tak langsung (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Positif cemerlang Fundus Reflek Positif cemerlang
Normal TIO Normal
Lakrimasi dalam batas normal Sistem lakrimasi Lakrimasi dalam batas normal
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
AutoRefraktometri
VOD : S -3.12 , C-0.75 Ax 169
VOS : S -2.87 , C-1.12 Ax 7
PD 66 NPD 64
V. RESUME
- Subyektif :
Anamnesis :
Seorang pasien laki-laki berusia 17 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur
pada kedua matanya sejak 2 tahun SMRS, terutama saat melihat jauh. Pasien
mengatakan biasanya ia sering menyipitkan matanya pada saat melihat dan terkadang
suka mengeluhkan pusing. Diplopia (-), Pandangan berkabut (-), Riwayat pemakaian
kacamata (+), Astenopia (+). Sejak 2 minggu SMRS, pasien merasa penglihatannya
semakin kabur dan tidak jelas.
- Obyektif :
Pada pemeriksaan fisik status generalis : dalam batas normal
Pada pemeriksaan ophtalmologis :
- Visus OD: ,63 F3
- Visus OS : 0,63 F2
Pada pemeriksaan penunjang :
AutoRefraktometri
VOD : S -3.12 , C-0.75 Ax 169
VOS : S -2.87 , C-1.12 Ax 7
PD 66 NPD 64
VI. DIFFERENT DIAGNOSIS
ODS:
ODS Astigmat Miopia Kompositus
ODS Astigmat Miopia Simpleks
ODS Astigmat Mikstus
VII. DIAGNOSIS KERJA
Astigmat Miopia Kompositus ODS
5
Dasar diagnosis :
Anamnesis :
Penglihatan kabur pada kedua matanya sejak 2 tahun SMRS, terutama saat
melihat jauh dan sering menyipitkan matanya pada saat melihat
Pusing (+)
Riwayat pemakaian kacamata (+)
Astenopia (+)
Pada pemeriksaan fisik status generalis : dalam batas normal
Pada pemeriksaan ophtalmologis :
o Visus OD: 0,63 F3
o Visus OS : 0,63 F2
Pada pemeriksaan penunjang :
AutoRefraktometri
VOD : S -3.12 , C-0.75 Ax 169
VOS : S -2.87 , C-1.12 Ax 7
PD 66 NPD 64
VIII. PENATALAKSANAAN
Penggunaan kacamata
Resep untuk kacamata
OD: S -2,75 C -0.50 Ax 170
OS: S -2,50 C -0,75 Ax 10
Medikamentosa
R/ Cendo Lyters ed no I
S4 dd gtt II
R/ Vitamin A tab. 6000 IU
S 2 dd tab. I pc
IX. PROGNOSIS
6
OD OS
Ad vitam ad bonam ad bonam
Ad fungsional ad bonam ad bonam
Ad sanationam ad bonam ad bonam
Ad kosmetikam ad bonam ad bonam
X. Komplikasi
- Katarak
- Glaukoma
- Kebutaan
XI. Usul
- Funduskopi
- Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk
mengukur radius kelengkungan kornea.
XII. Saran
- Memberi jeda waktu untuk istirahat saat menggunakan komputer atau
membaca dalam waktu yang lama
- Edukasi pasien tentang penyakit mata yang diderita pasien dan
menggunakan kacamata
- Kontrol untuk evaluasi visus perkembangan visus.
- Memakai obat-obat yang diberikan dengan benar dan teratur
Resep kacamata
OD OS
Sph Cylinder Prisma Sph Cylinder Prisma
D D As D As D D As D As
Jauh -2,75 -0.50 1700 - - -2.50 -0.75 10o
Dekat
BAB I
7
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan
bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup.
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim)
yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-
jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.2
Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea dan
kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan atau
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini
bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau
operasi.2.3
Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan menggunakan
kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan menggunakan metode
LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial keratotomy.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1 Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh
mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.3,4
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi
berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara.
Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.
2.3 Anatomi Dan Fisiologi
9
Gambar 1. Anatomi bola mata.
Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya.
Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya
tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot
ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk
menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik
kanal.1
2.3.1 Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2
2.3.2 Fisiologi Refraksi
Gambar 2. Fisiologi refraksi.
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas
berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan
kepadatan yang berbeda.
10
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah
arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar
dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi
kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya
sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina agara
penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau
belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas
cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-
berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih
besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas
dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu,
jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat
terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk
sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3
2.4 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
11
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang
dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
iv. Trauma pada kornea
v. Tumor
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
12
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki
angka yang sama.
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.
Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
3. Astigmatisme Miopia Kompositus
13
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -
X Cyl -Y.
Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus
4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.
Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
5. As ` tigmatisme Mixtus
14
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -
Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak
perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka
koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.
2.6 Tanda Dan Gejala
15
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala
sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
2.7 Diagnosis
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina
lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.5
2) Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
16
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih
dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa
sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis
positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif
memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan
17
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3.
Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang
paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-
kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau
semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan
ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.7
Gambar 8. Kipas Astigmat.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.7,8
18
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8
2.8 Terapi
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
· Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
· Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
BAB III
19
KESIMPULAN
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam- macam derajat
refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan
difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat berbagai macam astigmatisma, antara
lain simple astigmatisma, mixed astigmatisma dan compound astigmatisma.
Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun gejala klinis
dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi. Pasien juga sering
mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek berbayang-bayang. Sebahagian juga
mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada mata.
Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa terdapat juga
pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan Photorefractive keratectomy (PRK).
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London:
Thieme, 2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction,
New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition:
Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
[Diakses tanggal 06 maret 2016]
10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??
tool=pmcentrez [Diakses tanggal 06 maret 2016]
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on
Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010;
24(6) : 325-330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-
6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez[Diakses tanggal 06 maret 2016]
21